Judulnya: Supervisi Klinis dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja, Moral Kerja, Dan Profesionalisme Guru: Studi Pada Guru Madrasah Tsanawiyah Di Bondowoso
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran
merupakan suatu keharusan untuk memperoleh suatu keberlangsungan hidup yang
bermakna. Geissler (2000) dalam Surya, 2003:426) menyatakan bahwa “learning has become the citizen’s first
duty. Stop learning and you stop living”. Geiser juga menjelaskan bahwa di
millennium ketiga ini manusia dituntut untuk melakukan ”learning offensive” atau ofensif dalam pembelajaran dengan alas an
bahwa pola-pola individualisasi dalam era post modern yang mendorong adanya
pemenuhan diri (self fulfillment)
yang berlangsung secara simultan dengan keharusan untuk mencapainya; makin
meningkatnya perilaku reflektif dalam kehidupan; adanya tantangan globalisasi
dan internasionalisasi; dan adanya koreksi terhadap struktur waktu masyarakat
(Surya, 2003:427). Milenium ketiga dari proses kehidupan manusia ini berada
pada abad 21 yang bukan saja merupakan abad baru melainkan juga peradaban baru
yang membawa Indonesia
pada restrukturisasi global dunia yang ditandai dengan berbagai perubahan dalam
segala aspek kehidupan termasuk pendidikan (Uno, 2007:30).
Masalah krisis yang amat kompleks dan membawa tantangan
berat di Indonesia
memberikan kesadaran bahwa betapa system pendidikan yang dilaksanakan selama
ini belum mampu membentuk pribadi yang tangguh serta mengembangkan pemikiran
yang kreatif untuk memecahkan masalah krisis. Sebagai lembaga yang menaungi pendidikan di Indonesia,
Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama selalu berusaha melakukan
yang terbaik untuk keberhasilan pendidikan tersebut, diantaranya dengan
menyempurnakan kurikulum, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, hingga
memberikan bantuan bagi sekolah maupun murid yang tidak mampu dan terutama
dalam meningkatkan profesionalisme guru. Semua hal itu dilakukan secara
terus-menerus demi mencapai hasil yang diinginkan bersama, yaitu terbentuknya
manusia yang berguna bagi dirinya, agama, masyarakat, lingkungan, bangsa dan
negaranya.
Dalam hal ini, guru dengan segala kelebihan dan
keterbatasannya dianggap sebagai pemegang peranan strategis dalam upaya
membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nila-nilai yang
diinginkan (Saud, 2009:32). Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen secara tegas menyatakan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga professional
berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. (Depdiknas, 2005:3). Ditinjau dari dimensi
pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia sulit digantikan oleh
orang lain dan tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam
proses pembelajaran berkembang sangat pesat.Definisi yang sering terdengar di
telinga masyarakat Indonesia adalah bahwa
guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang
memiliki charisma atau wibawa hingga perlu diteladani (Uno, 2007:15). Menurut Adler (1982) dalam Bafadal (2006:4),
guru merupakan unsur manusiawi yang menentukan keberhasilan pendidikan, jadi
tidak berlebihan kiranya jika dihipotesiskan bahwasanya peningkatan mutu pendidikan
berbasis sekolah tidak mungkin tanpa adanya peningkatan profesionalisme para
gurunya. Guru memegang peranan strategis
terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian
dan nilai-nilai yang diinginkan (Saud, 2009:32). Mengutip pendapat Hazkew dan
Mc. Lendon dalam Uno (2007:15) bahwa “teacher
is professional person who conduct classes”, (guru adalah seseorang yang
mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas). Sedangkan menurut Grambs
dan Mc. Clare, guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan
tingkah laku dari seorang individu hingga dapat terjadi pendidikan (Uno,
2007:15). Adapun Rice dan Bishoprick (1971) dalam Bafadal (2006:5) berpendapat
bahwa guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Dalam konteks profesionalisme, Glickman (dalam Bafadal,
2006:5) menegaskan bahwa seseorang akan
bekerja secara professional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan dan
motivasi, yaitu jika memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati
untuk bekerja sebaik-baiknya maka seseorang akan bekerja secara professional. Untuk
itu seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip
mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional, yaitu: harus
dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi yang diberikan serta
dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi;
memperhatikan korelasi antara materi pelajaran dengan kontekstualitas sehari-hari;
dan mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan social (Uno,
2007:16). Peran penting guru ini harus terus dikembangkan oleh pihak-pihak yang
terkait seperti kepala sekolah atau khususnya supervisor melalui supervisi
pendidikan. Pembahasan dan
pemahaman supervisi pendidikan secara lebih tuntas masih cukup jauh dari tuntunan teori dan
praktik. Hal ini dapat dipahami karena banyak berbagai
kendala yang dihadapi oleh supervisor.
Perkembangan supervisi pendidikan terutama pada sekolah
yang sudah maju, dapat telihat bahwa peranan supervisor telah berkembang secara
evolusi. Beberapa saat lalu hubungan guru-guru dan supervisor sering bersifat
tegang dan menghukum seperti sikap bos terhadap bawahannya yang ditandai
ditandai dengan menyuruh, mengatur, menghakimi dan kadang-kadang dalam
kunjungan mereka ke sekolah dapat memecat atau memberhentikan guru. Namun
seiring dengan kemajuan informasi dan pendidikan, saat ini para supervisor
berperan sebagai partner guru dan banyak menghabiskan waktu mereka untuk
membantu guru-guru mengembangkan diri mereka sebagai pengajar dan bukan
mengadili kemampuan guru. Usaha-usaha
kelompok untuk bekerja sama dimaksimalkan dan interaksi yang demokratis
dilaksanakan.
Pada dasarnya,
rencana dan pelaksanaan merupakan satu kesatuan tindakan dan pengawasan
dilakukan untuk melihat sejauh mana hasil dicapai. Menurut Murdick, pengawasan
merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan (Fattah,
2004:101). Dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, guru membutuhkan bantuan
orang lain untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam mewujudkan
tujuan pendidikan. Guru selalu berusaha memberi pengalaman belajar yang sesuai
dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang sedang berkembang agar tujuan yang
diinginkan bersama dapat tercapai. Orang yang berfungsi membantu guru dalam hal
ini adalah kepala sekolah atau supervisor
yang setiap hari dapat langsung berhadapan dengan guru.
Kegiatan monitoring dan controlling atau pengawasan
seluruh komponen dan aktivitas akademik menjadi sangat urgen dalam peningkatan
kualitas pendidikan di sekolah. Pengawasan dan pembinaan yang kontinu dapat
meningkatkan kemampuan dan profesionalisme guru (Thaib, 2005:2). Selain
professional, guru maupun pekerja lain membutuhkan motif yang cukup sehingga
keberhasilan pekerjaan dapat tercapai karena motivasi memberikan energi pada
seseorang dalam melaksanakan tugas (Nashar, 2003:37).
Data pada Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Bondowoso menyebutkan bahwa terdapat 374 guru yang berstatus PNS pada
seluruh madrasah. Adapun guru berstatus PNS pada Madrasah Tsanawiyah Negeri
maupun swasta sebanyak 98 guru, dengan jumlah guru yang telah tersertifikasi
sebanyak 87 orang dan yang berlum tersertifikasi sebanyak 11 orang. Para guru
PNS ini tersebar pada 104 Madrasah Tsanawiyah, yang terdiri dari 2 Madrasah
Tsanawiyah Negeri dan 102 Madrasah Tsanawiyah Swasta. Adapun jumlah pengawas
madrasah untuk tingkat RA/TK-SD/MI sebanyak 33 orang dan pengawas
SLTP/MTs-MA/SMA/SMK sebanyak 13 orang yang tersebar pada tiap masing-masing
kecamatan. Sesuai Peraturan Menteri Agama nomor 2 tahun 2012 tentang Pengawas
Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, Pengawas Madrasah
adalah Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan fungsional
pengawas satuan pendidikan yang tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya
melakukan pengawasan akademik dan manajerial pada Madrasah. Sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya, pengawas madrasah bertanggung jawab untuk meningkatkan
kualitas kependidikan di sekolah dengan monitoring dan controlling terhadap
seluruh komponen dan aktivitas akademik dengan menyusun program pengawasan di
bidang akademik dan manajerial; pembinaan dan pengembangan madrasah, pembinaan,
pembimbingan, dan pengembangan profesi guru Madrasah; pemantauan penerapan
standar nasional pendidikan, penilaian hasil pelaksanaan program pengawasan dan
pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan.
Dari deskripsi diatas,
penulis tertarik untuk mengkaji penelitian dengan judul “Supervisi
Klinis dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja, Moral Kerja, Dan
Profesionalisme Guru: Studi Pada Guru Madrasah Tsanawiyah Di Bondowoso” untuk
menemukan relevansinya dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan
akademik sebagai kajian aktual.
B.
Identifikasi dan Batasan Masalah
Pada dasarnya, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Rumusan
masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui
pengumpulan data. Masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat
penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan
dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan kompetisi (Stonner dalam Sugiyono, 2008:35).
Supervisi pendidikan
memiliki cakupan yang cukup luas, sehingga perlu dikerucutkan lagi agar
penelitian ini lebih terfokus dan tidak menjalar pada aspek lain. Jadi, dalam penelitian ini, masalah difokuskan pada supervisi
klinis yang dilakukan oleh pengawas pendidikan dalam lingkungan sekolah dan
pengaruhnya terhadap motivasi guru pada madrasah tsanawiyah di Bondowoso dalam
kegiatan pembelajaran; moral kerjanya serta profesionalismenya.
C.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang akan diteliti
adalah:
1.
Apakah supervisi klinis
mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja guru?
2.
Apakah supervisi klinis
mempunyai pengaruh signifikan terhadap moral kerja guru?
3.
Apakah supervisi klinis
mempunyai pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru?
4.
Apakah motivasi kerja mepunyai
pengaruh signifikan terhadap moral kerja guru?
5.
Apakah motivasi kerja mempunyai
pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru?
6.
Apakah moral kerja mempunyai
pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru?
D.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam proposal ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengaruh supervisi
klinis terhadap motivasi kerja guru
2.
Untuk mengetahui pengaruh supervisi
klinis terhadap moral kerja guru
3.
Untuk mengetahui pengaruh supervisi
klinis terhadap profesionalisme guru
4.
Untuk mengetahui pengaruh
motivasi kerja terhadap moral kerja guru
5.
Untuk mengetahui pengaruh
motivasi kerja terhadap profesionalisme
guru
6.
Untuk mengetahui pengaruh moral
kerja terhadap profesionalisme guru
E.
Manfaat Hasil Penelitian
Dalam tiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan
manfaat yang ingin dicapai. Apabila peneliti telah memperoleh hasil, ia
diharapkan dapat menyumbangkan hasil itu kepada Negara atau khususnya kepada
bidang yang sedang diteliti (Arikunto, 2002:55). Adapun penelitian ini
dimaksudkan agar memiliki nilai manfaat diantaranya sebagai berikut:
1.
Bagi penulis, penelitian ini
dapat merupakan pengalaman yang berharga dan dapat menjadi paradigma baru dalam
melihat fenomena supervise dalam kaitannya dengan peningkatan profesionalisme
guru. Hal ini diharapkan dapat menyumbangkan ide baru dalam kajian implikasi
supervise klinis dalam peningkatan kinerja guru.
2.
Bagi Supervisor, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan supervise pada
sekolah, untuk menjadi suatu dorongan agar senantiasa melaksanakan tugas
kepengawasan dengan sebaik mungkin.
3.
Bagi Guru, dapat berfungsi
sebagai motivasi untuk meningkatkan disiplin dan etos kerjanya dalam mendidik
siswa-siswinya, serta dapat merupakan sarana bertukar ide konstruktif demi
kemajuan pendidikan dan masa depan bangsa melalui pendidikan terhadap anak
didik.
F.
Definisi Istilah
1.
Pengaruh
Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah daya yang timbul dari diri seseorang yang turut membentuk watak atau
perbuatan seseorang.
2.
Supervisi Klinis
Supervisi klinis
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah proses bimbingan yang dilakukan
oleh supervisor yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesiobal guru
berdasarkan observasi dan analisa data.
3.
Motivasi
Dalam penelitian ini secara operasional, motivasi adalah respon yang
muncul yang terjadi karena adanya rangsangan yang timbul dari unsur-unsur dari
luar diri manusia itu sendiri.
4.
Moral Kerja
Dalam penelitian ini, yang dimaksud
dengan moral kerja adalah moral dalam arti semangat kerja atau etos kerja.
5.
Profesionalisme
Dalam penelitian ini, profesionalisme diartikan sebagai sikap dan
komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang baik dan tinggi
dan sesuai kode etik profesinya.
G.
Penelitian Terdahulu dan Kajian
Teori
1.
Penelitian terdahulu
Muzammil, (2007) dalam penelitian
yang berjudul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Profesionalitas Guru
MTs al Yasini Bangkalan” mengungkapkan bahwa supervise memiliki pengaruh
signifikan terhadap profesionalisme guru.
Sedangkan Sri Purwaningsih, 2005: dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Dimensi Supervisi Pengajaran Terhadap Kinerja Guru Taman Kanak-kanak
Negeri di Surakarta” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif supervise
pengajaran terhadap kinerja guru. Adapun Warnoto (2005) dalam penelitiannya
yang berjudul Kontribusi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah, Supervisi Klinis
dan Kinerja Guru Terhadap Mutu Kegiatan Belajar di SMPN Kecamatan Jatipurno
Kabupaten Wonogiri” menyatakan bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah dan
supervise klinis memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan mutu mengajar
guru. Kurniati, (2007) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Negeri I Purbalingga” menyatakan bahwa secara simultan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap
kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga.
Suradi, 2011, dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh
Kompetensi, Supervisi Pendidikan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Smp
Negeri Se Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga” menyatakan bahwa Supervisi pendidikan berpengaruh positif
terhadap kinerja guru; Motivasi instrinsik
berpengaruh positif terhadap kinerja guru; dan Supervisi
pendidikan paling berpengaruh terhadap kinerja guru dibandingkan dengan
variabel yang lain.
Andjar Prijatni dalam penelitiannya di tahun 2011 yang berjudul Pengaruh
Supervisi, Kompensasi, Iklim Kerja, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja terhadap
Kinerja Guru SMAN di Kota Semarang menyatakan bahwa Supervisi, Kompensasi,
Iklim Kerja, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja berpengaruh besar terhadap
Kinerja Guru. Adapun Anendra Sunarya
Jadi, dalam penelitian ini tema
pengaruh supervise klinis terhadap motivasi kerja, moral kerja dan
profesionalisme guru masih cukup relevan untuk dilakukan.
2.
Kajian Teoritik
a.
Kajian Teoritik tentang
Supervisi Klinis
1)
Pengertian Supervisi Klinis
Supervisi klinis
adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus
yang sistematis mulai tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis yang intensif
terhadap penampilan pembelajaran guru dengan tujuan untuk memperbaiki proses
pembelajaran (John Bolla dalam Mukhtar dan Iskandar, 2009:60).
Sedangkan Keith
Anderson dan Meredith D. Call menyatakan bahwa dupervisi klinis adalah proses
membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar yang ideal. Dari
beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah
supervisi yang terfokus pada penampilan guru secara nyata di kelas, termasuk
pula guru sebagai peserta atau partisipan aktif dalam proses supervisi tersebut
(Mukhtar dan Islandar, 2009:61)
Supervisi memiliki pemahaman yang
luas (Purwanto, 2004: 76). Lebih lanjut Purwanto menjelaskan bahwa supervise
adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju pada perkembangan
kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai
tujuan-tujuan pendidikan. ia berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi
pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, serta bimbingan dalam usaha
pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan
alat-alat pelajaran dan metode pembelajaran yang lebih baik, cara-cara
penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran dan
sebagainya (2004:76). Pemahaman umum bahwa peranan utama dari supervisi adalah
ditujukan kepada perbaikan pengajaran. Franseth Jane dalam Piet A. Sahertian,
berkeyakinan bahwa supervise akan dapat memberi bantuan terhadap program
pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kwalitas kehidupan akan
diperbaiki olehnya. Ayer, Frend E, menganggap fungsi supervise untuk memelihara
program pengajaran yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan.
Sedangkan supervise klinis termasuk
bagian dari supervise pengajaran. Dikatakan supervise klinis karena prosedur
pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang
terjadi di dalam proses belajar mengajar, dan langsung pula diusahakan
bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut (Purwanto,
2004:90). Lebih lanjut Purwanto menjelaskan bahwa Richard Waller memberikan
definisi tentang supervise klinis sebagai berikut:
“Supervisi klinis adalah supervise yang difokuskan pada perbaikan
pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan,
pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar
sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”
Supervisi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti pengawasan utama, pengontrolan tertinggi, penyeliaan
(2002:1107). Sedangkan klinis memiliki arti bersangkutan atau berdasarkan pengamatan
klinik (575). John J Bolla menyimpulkan bahwa supervise klinis adalah suatu
proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan professional guru,
khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data
secara objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut
(Purwanto, 2004:91). Keith Anderson dan Meredith D. Gall mengemukakan bahwa supervise
klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian atau kesenjangan
antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang
ideal. Secara teknik mereka mengatakan bahwa supervise klinis adalah suatu
model supervise yang terdiri atas tiga fase, yaitu pertemuan perencanaan,
observasi kelas, dan pertemuan balik. Dari definisi diatas John J Bolla
menyimpulkan bahwa supervise klinis adalah suatu proses bimbingan yang
bertujuan untuk membantu pengembangan professional guru, khususnya dalam
penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara objektif
sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut (Purwanto,
2004:90-91).
2)
Ciri-ciri Supervisi Klinis
Mukhtar dan Iskandar menjelaskan bahwa
supervisi klinis merupakan bantuan bagi guru dalam memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan mengajarnya, dan dapat dilaksanakan untuk kepentingan calon guru
dalam pendidikan pra jabatan maupun latihan dalam jabatan (2009:59) yang
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)
Supervisi
klinis pada prinsipnya dilaksanakan bersama dengan pengajaran mikro dan terdiri
dari tiga kegiatan pokok, yaitu pertemuan pendahuluan (pre-conference), observasi mengajar, dan pertemuan bnalikan (post-conference)
b)
Supervisi
klinis merupakan suatu keperluan mutlak bagi guru maupun supervisor untuk
memperoleh pengetahuan, kesadaran dan menilai tingkah laku dalam profesinya
sendiri. Bagi guru berdasar kemampuannya sendiri untuk mengubah tingkah laku
mengajarnya di kelas ke arah yang lebih baik dan terampil, sedangkan bagi
supervisor untuk menambah pengetahuan, pengalaman serta kemampuannya dalam
memberikan bimbingan.
c)
Pendekatan yang
dilakukan dalam proses supervisi klinis adalah pendekatan profesional dan
humanis
d)
Perbaikan
dalam mengajar mengharuskan guru memperbaiki keterampilan intelektual dan
bertingkah laku yang spesifik.
e)
Fungsi utama
supervisor adalah untuk mengajarkan keterampilan pengajaran kepada guru
f)
Instrumen
yang disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor dengan guru
g)
Feedback yang
diberikan harus secepat mungkin dan secara obyektif
h)
Dalam
percakapan balik seharusnya datang dari guru terlebih dahulu.
La Sulo dalam Purwanto (2004:91) mengemukakan ciri-ciri
supervise klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
i)
Bimbingan supervisor kepada
guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi
j)
Jenis keterampilan yang akan
disupervisi diusulkan oleh guru, disepakati melalui pengkajian bersama antara
guru dan supervisor
k)
Sasaran supervise hanya pada
beberapa keterampilan tertentu
l)
Balikan diberikan dengan segera
dan secara objektif
m)
Dalam diskusi atau pertemuan
balikan, guru diminta terlebih dahullu untuk mengevaluasi penampilannya
n)
Supervisor lebih banyak
bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah atau mengarahkan
o)
Supervise berlangsung dalam
suasana intim dan terbuka
p)
Supervise berlangsung dalam siklus
yang meliputi perencanaan, observasi dan diskusi atau pertemuan balikan
q)
Supervisi dapat dipergunakan
untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, di
pihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan
3)
Tujuan Supervisi
Tujuan supervisi adalah mengembangkan
situasi belajar dan mengajar yang lebih baik. Usaha perbaikan mengajar dan
mengajar ditujukan kepada pencapian tujuan akhir dari pendidikan yaitu
pembentukan pribadi anak secara maksimal.
Situasi belajar mengajar di
sekolah-sekolah yang ada sekarang ini menggambarkan suatu keadaan yang sangat
kompleks. Kompleksnya keadaan yang ada ini
adalah akibat faktor-faktor obyektif yang saling mempengaruhi sehingga
mengakibatkan penurunan hasil belajar. Oleh karena itu perlu adanya penyelesaian yang dilakukan untuk
mengembalikan semangat dan situasi belajar mengajar yang lebih baik. (Maunah, 2009:26)
Secara nasional tujuan konkrit dari
supervisi pendidikan adalah:
a)
Membantu
guru dengan jelas dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
b)
Membantu
guru dalam membimbing pengalaman belajar murid
c)
Membantu
guru dalam menggunakan alat pelajaran modern, metode-metode dan sumber-sumber
pengalaman belajar.
d)
Membantu
guru dalam menilai kemajuan murid –murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
e)
Membantu
guru-guru baru disekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperolehnya.
f)
Membantu
guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam membina
sekolah. (Sahertian, 2000:25)
Sedangkan Piet A.
Sahertian menambahkan,
a)
Membantu
guru-guru agar lebih mudah mangadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan
cara-cara menggunakan sumber-sumber masyarakat dan seterusnya.
b)
Membina
guru-guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru-guru dalam rangka
pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka. (Sahertian, 2000:25)
Adapun
tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran
yang tidak atau kurang efektif dan meningkatkan pengajaran guru di kelas
(Acheson dan Gall, 1987) yang dapat
dirinci kembali sebagaimana dibawah:
a)
Menyediakan
feedback bagi guru yang objektif dari kegiatan mengajar guru yang baru saja
dijalankan.
b)
Mendiagnosis
dan membantu memecahkan masalah-masalah mengajar
c)
Membantu guru
mengembangkan keterampilan dalam menggunakan strategi belajar
d)
Sebagai dasar
untuk menilai guru dalam kemajuan pendidikan, promosi jabatan atau pekerjaan
mereka
e)
Membantu guru
mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan diri secara terus-menerus
dalam karir dan profesi mereka secara mandiri
4)
Fungsi Supervisi Klinis
Pemahaman umum bahwa peranan utama
dari supervisi adalah ditujukan kepada perbaikan pengajaran. Franseth Jane
dalam Piet A. Sahertian, berkeyakinan bahwa supervise akan dapat memberi
bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga
kwalitas kehidupan akan diperbaiki olehnya. Ayer, Frend E, menganggap fungsi
supervise untuk memelihara program pengajaran yang ada dengan sebaik-baiknya
sehingga ada perbaikan.
Fungsi supervisi menurut Swearingen yang
dikutip oleh Binti Maunah ada delapan sebagai berikut:
a)
Mengkoordinir semua usaha
sekolah.
b)
Memperlengkapi kepala sekolah.
c)
Memperluas pengalaman
guru-guru.
d)
Menstimulir usaha-usaha yang
kreatif
e)
Memberikan fasilitas dan
penlaian yang terus menerus.
f)
Menganalisa situasi belajar
mengajar.
g)
Memberikan
pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staff, mengintegrasikan tujuan
pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru. (Maunah, 2009:30)
b.
Kajian Teoritik tentang
Motivasi Kerja
Motif manusia merupakan dorongan,
hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari dalam
dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif memberi tujuan dan arah kepada tingkah
laku (Sobur, 2003:267). Lebih lanjut dalam bukunya Sobur mengutip pendapat
Guralnik (1979:314) bahwa motif adalah perangsang dari dalam, suatu gerak hati,
dan sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Adapun menurut
R.S. Woodworth, motif diartikan sebagai suatu set yang dapat atau mudah
menyebabkan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (berbuat
sesuatu) dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (2003:267). Motivasi merupakan
kemauan untuk melakukan sesuatu (Robbins, 1984). Kemauan tersebut terlihat pada
usaha seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi
tinggi akan lebih keras berusaha daripada orang yang memiliki motivasi rendah.
Namun motivasi bukanlah perilaku, melainkan proses internal yang kompleks (Huse
dan Bowditch, 1973). Maslow sebagaimana dikutip Siagian mengemukakan bahwa
motivasi adalah dorongan di dalam batin seseorang untuk mencapai tujuan yang
timbul dari kebutuhan yang tersusun secara hierarkis, yang mendorong manusia
untuk berusaha, yaitu kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan
hidup atau kebutuhan pokok manusia; kebutuhan rasa aman; kebutuhan social yang
menjadi kebutuhan akan perasaan diterima atau diakui; kebutuhan akan harga
diri; dan kebutuhan aktualisasi diri. Dengan demikian, motivasi mempunyai
hubungan yang erat dengan kebutuhan dan keinginan untuk melakukan perubahan.
Kebutuhan tersebut mendorong individu untuk melakukan perubahan atau mencapai
apa yang diinginkannya, jadi tujuan dari motivasi itu sendiri adalah untuk
mengarahkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk
memperoleh hasil (Nashar, 2004:14-15). Motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar
untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (2002:756). Motivasi
berasal dari kata “motive” yang mempunyai arti dorongan. Dorongan itu
menyebabkan terjadinya tingkah laku atau perbuatan (Nashar, 2004:13).
Selanjutnya M Nashar menjelaskan bahwa menurut Mc. Donald dalam Tabrani,
Kusnidar dan Arifin menyatakan bahwa motivasi adalah suatu perbuatan energi
dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan (2004:14).
Dister dalam Sobur
(2003:269) memakai motif sebagai penyebab psikologis yang merupakan sumber
serta tujuan dari tindakan dan perbuatan seorang manusia. Penyebab ini bersifat
kausal dan sekaligus final. Dalam pandangannya, Dister menyebutkan bahwa setiap
tingkah laku manusia merupakan hasil dinamika timbal balik antara tiga faktor
yang memainkan peranannya dalam melahirkan tindakan manusia walaupun dalam
tindakan, faktor yang satu lebih besar dari faktor yang lain. Faktor tersebut
adalah sebuah gerak atau dorongan yang secara spontan dan alamiah terjadi pada
manusia; ke-aku-an manusia sebagai inti pusat kepribadiannya; dan situasi
manusia atau lingkungan hidupnya. Dalam suatu motif,
umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan, dan unsur
tujuan (Handoko, 1992:10 dalam Sobur, 2003:269). Tindakan motivasi ini akan
lebih berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh mereka yang termotivasi
serta sesuai dengan keinginan-keinginan yang hendak dicapainya.
Teori-teori motivasi menurut para ahli (Sobur,
2003:273-286):
1)
Teori Motivasi Dua Faktor
Frederick Herzberg (1966) dalam Sobur (2003:281)
menganalisis motivasi manusia dalam organisasi dan memperkenalkan teori
motivasi dua faktor. Dengan menggunakan teknik insiden kritis, Herzberg
mengumpulkan data tentang kepuasan dan ketidakpuasan orang dalam pekerjaan
mereka. Analisis, katanya menimbulkan dua kumpulan faktor, atau dua perangkat
kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu faktor yang berkaitan dengan
kebutuhan kerja dan kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator. Ini meliputi prestasi,
penghargaan, tanggung jawab, kemajuan, atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan
potensi bagi pertumbuhan pribadi. Semua ini berkaitan dengan pekerjaan itu
sendiri. Bila faktor-faktor ini ditanggapi secara positif, seorang pekerja atau
pegawai cenderung merasa puas dan termotivasi. Faktor-faktor yang berkaitan
dengan ketidakpuasan disebut faktor pemeliharaan, atau kesehatan, dan meliputi
gaji, pengawasan, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan
hubungan antar pribadi dengan rekan kerja.
2)
Teori Kebutuhan untuk
Berprestasi McClelland
Menurut McClelland, kebutuhan untuk berprestasi adalah
suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik,
lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien dari pada kegiatan yang
dilaksanakan sebelumnya. Dalam batas tertentu, dorongan atau kebutuhan
berprestasi adalah sesuatu yang ada atau dibawa sejak lahir. Namun di pihak
lain, kebutuhan untuk berprestasi ternyata, dalam banyak hal adalah sesuatu
yang ditumbuhkan, dikembangkan, dari hasil mempelajari melalui interaksi dengan
lingkungan.
3)
Teori Harapan Vroom
Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi
berdasarkan jenis-jenis pilihan yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujua,
alih-alih berdasarkan kebutuhan internal. Teori harapan memiliki tiga asumsi
pokok, yaitu harapan hasil (outcome
expectancy); valensi (valence);
dan harapan usaha (effort expectancy).
4)
Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai
motivator membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya, Maslow
mengajukan hierarki lima
tingkat yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan,
dan mewujudkan jati diri. Kemudian ia menambahkan dua kebutuhan lagi, yaitu
kebutuhan untuk mengetahui dan memahami,
serta kebutuhan estetika (Ross, 1998).
5)
Teori Desakan Kebutuhan Murray
Menurut Murray, kebutuhan-kebutuhan manusia berdiri
sendiri-sendiri, terpisah satu dari yang lain. Ini berarti, jika kita
mengetahui kekuatan atau tingkat kepuasan satu kebutuhan, tidak berarti kita
akan tahu pula mengenai kebutuhan-kebutuhan lain. Jasi, untuk mengetahui apa
yang memotivasi, kita harus mengukur kekuatan semua kebutuhannya yang penting,
dan bukannya hanya sekedar menentukan tingkat yang telah dicapainya dalam suatu
hierarki kebutuhan.
6)
Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
Aldelfer sebagaimana dikutip Pace & Paules
(1998:121-122), mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut
adalah eksistensi (Existence), yaitu
meliputi kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar dan haus; keterkaitan (Relatedness), menyangkut hubungan dengan
orang-orang yang penting bagi seseorang seperti keluarga atau sahabat, serta
pertumbuhan (Growth), yang meliputi
keinginan untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesungguhan
dan kesanggupan.
c.
Kajian Teoritik tentang Moral
Kerja
Moral jika ditinjau dari etimologi
bahasa Inggris terdapat dua kata yang hampir sama, yaitu morale dan moral.
Pengucapan dua kata tersebut hampir sama namun memiliki arti yang berbeda. Kata
morale memiliki arti semangat,
sedangkan kata moral memiliki arti
kesopanan, sopan santun dan moril (Bafadal, 2003:90). Lucio dan Neil dalam
Bafadal (2003:90) menjelaskan bahwa moral adalah sikap dan kebiasaan yang
menunjukkan kemauan untuk berkarya dalam lingkungan sekolah atau pekerjaan.
Selanjutnya, secara umum Bafadal menjelaskan bahwa moral kerja dapat diartikan
sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang terwujud dalam bentuk semangat seseorang dalam
kerjanya. Oleh karena moral kerja merupakan semangat kerja, maka moral kerja
sangat mempengaruhi produktivitas seseorang. Seseorang dengan moral kerja
tinggi kemungkinan besar akan menghasilkan sesuatu yang lebih banyak dan lebih
baik. Terwujudnya produktivitas yang maksimal ini juga
didorong oleh etos kerja tinggi atau semangat kerja tinggi. Etos kerja merujuk
pada kualitas kepribadian pekerja yang tercermin melalui unjuk kerja secara
utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Sebagai suatu kondisi internal, etos
kerja mengandung beberapa unsur, yaitu disiplin kerja; sikap terhadap
pekerjaan; dan kebiasaan-kebiasaan bekerja (Surya, 2003:89). Dengan disiplin
bekerja, seorang pekerja akan selalu bekerja dalam pola-pola yang konsisten
untuk melakukan dengan baik sesuai tuntutan dan kesanggupannya. Disiplin yang
dimaksud disini bukan berarti disiplin yang pasif, tetapi merupakan disiplin
yang hidup, aktif, yang didasari dengan penuh pemahaman, pengertian dan
keikhlasan. Sikap terhadap pekerjaan merupakan landasan yang paling berperan
karena sikap mendasari arah dan intensitas unjuk kerja.
Moral kerja
merupakan tuntutan internal untuk berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja
yang baik dan produktif. Dengan etos kerja atau moral kerja yang kuat,
diharapkan seorang pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara
efektif dan produktif dalam kondisi pribadi yang sehat dan berkembang.
Perwujudan unjuk kerja ini bersumber pada kualitas kompetensi aspek kepribadian
yang mencakup aspek religi, intelektual, sosial, pribadi, fisik, moral, dan
lainnya. Hal ini dapat berarti bahwa mereka yang memiliki semangat kerja tinggi
dan kuat akan memiliki keunggulan dalam kompetensi tersebut (Surya: 2003: 90).
Lebih lanjut Surya
menjabarkan bahwa dalam aspek religi, moral kerja bersumber pada kualitas
ketakwaan seseorang. Dalam hubungan ini semangat kerja ditandai dengan kualitas
iman, ikhsan, ikhlas dan istiqomah. Secara intelektual, moral kerja berpangkal
pada kualitas kompetensi penalaran yang dimilikinya yaitu perangkat pengetahuan
yang diperlukan untuk menunjang pekerjaan dan tugasnya. Dalam aspek sosial,
moral kerja ditunjukkan dengan kualitas kompetensi sosial yaitu kemampuan
melakukan hubungan sosial secara efektif seperti sifat-sifat luwes,
komunikatif, suka bergaul dan lainnya. Adapun secara personal, moral kerja
tercermin dari kualitas diri yang sedemikian rupa dapat menunjang efektifitas
dalam pekerjaan seperti sifat mampu mengenal dan memahami diri sendiri,
bersikap jujur, dan sifat mulia lainnya (2003:90)
Pandangan lain tentang moral kerja
adalah adanya suatu anggapan bahwa moral kerja adalah merupakan suatu semangat
usaha kelompok (team effort). Moral
adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kondisi emosi seseorang. Apabila
moral kerja seseorang tinggi, maka orang tersebut berada di mana kondisi emosi
dan mentalnya memenuhi syaratyang dikehendaki oleh orang tersebut. Moral
seseorang tidak dapat diraba,, namun dapat diketahui melalui observasi secara
hati-hati bagaimana seseorang itu bertindak. Dengan demikian, untuk menemukan
seberapa tinggi moral kerja seorang guru, kepala sekolah selaku administratr
atau pengawas selaku supervisor pendidikan dapat mengadakan observasi terhadap
bagaimana guru tersebut melaksanakan tugasnya sehari-hari dan tentunya
mengetahui indicator-indikator apa yang menunjukkan bahwa guru memiliki moral
kerja yang tinggi, cukup atau rendah (Bafadal, 2003:92).
Sebagian ahli seperti Jones,
Salisbury dan Spencer (1969) sebagaimana dikutip Bafadal (2003:102) menegaskan
bahwa ada beberapa alternative dalam hal manajerial pembinaan moral kerja guru,
yaitu: menciptakan lingkungan yang merangsang dan menyenangkan; deskripsi tugas
dan tanggung jawab yang jelas; kebebasan akademik dan jiwa; serta menciptakan
hubungan yang harmonis antara sesama personalia sekolah
d.
Kajian Teoritik tentang
Profesionalisme Guru
Profesi guru merupakan
suatu bentuk pekerjaan yang elastis dan harus disesuaikan dengan perubahan dan
perkembangan jaman. Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilaksanakan
untuk menyesuaikan dirinya dengan perkembangan dan perubahan zaman. Guru secara
profesional merupakan profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus dan
tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Namun dalam kenyataannya, masih
banyak profesi keguruan yang dilakukan oleh orang diluar kependidikan, sehingga
akibatnya seringkali profesi guru tidak dapat memberikan pelayanan yang maksimal
kepada siswa dan masyarakat.
Guru sebagai ujung
tombak pendidikan merupakan tokoh sentral yang berpengaruh dalam proses
pembelajaran dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peran
guru dalam kehidupan seseorang dangat besar, karena itu perlu adanya upaya
pendayagunaan dan pemberdayaan guru, yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penempatan dan mutasi guru, disamping adanya upaya penerapan sistem
rekruitmen guru yang baik, peningkatan kualifikasi guru, dan promosi jabatan
serta perhatian yang penuh atas kesejahteraan guru (Mukhtar dan Iskandar,
2009:135). Secara profesional, guru memiliki banyak peran, diantaranya sebagai
pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan,
ekspeditor, perencana, konselor, motivator, disamping peran-peran lainnya.
Secara leksikal, kata profesi
mengandung berbagai makna dan pengertian. Yaitu, pertama, profesi mengungkapkan
suatu kepercayaan atau bahkan suatu keyakinan, dan kedua, profesi dapat
menunjukkan suatu pekerjaan tertentu (Hornby, 1962 dalam Saud, 2009:3). Dalam
bahasa popular, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran. Jadi, seseorang
disebut professional jika cara kerjanya baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan
(Saud, 2009:4). Profesional, menurut Saud (2009:6), menunjuk pada dua hal, yaitu
orang yang menyandang suatu profesi; serta penampilan seseorang dalam melakukan
pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Profesionalisme menunjuk kepada
komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya
dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Sudjana (1998) dalam Usman
(1995:14) menyatakan bahwa kata professional berasal dari kata sifat yang
berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai
keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain,
pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh
mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Glickman (1981) dalam
Bafadal (2003:5) menyatakan bahwa seseorang akan bekerja secara professional
bilamana seseorang tersebut memiliki kemampuan dan motivasi, lebih lanjut
dikatakan bahwa seorang guru dapat dikatakan professional bilamana memiliki
kemampuan tinggi dan motivasi kerja tinggi.
Profesi merupakan
suatu pekerjaan yang didasarkan pada pendidikan intelektual khusus, yang
tujuannya memberikan pelayanan dengan terampil kepada orang lain dengan
mendapat imbalan tertentu. Sedangkan profesional sering diartikan sebagai suatu
keterampilan teknis yang berkualitas tinggi yang dimiliki oleh seseorang.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi sebagaimana disebutkan Mukhtar
(2009:119-120), diantaranya:
1)
Profesional
merupakan keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis, profesional
diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki
keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam
praktek
2)
Asosiasi
profesional, biasanya memiliki syarat khusus untuk menjadi anggotanya
3)
Adanya ujian
kompetensi sebelum memasuki suatu organisasi profesional
4)
Pelatihan
institusional selain ujian yang dipersyaratkan untuk mendapatkan pengalaman
profesionalitasnya
5)
Lisensi.
Profesi menetapkan syarat tertentu, sehingga hanya yang memiliki lisensi yang
dianggap bisa dipercaya
6)
Profesionalitas
cenderung mengendalikan kerja dalam otonomi kerja
7)
Kode etik. Kode
etik biasanya dimiliki oleh organisasi profesi
8)
Layanan
publik dan altruisme
9)
Status dan
imbalan yang tinggi.
Adapun ciri-ciri
jabatan profesional guru adalah sebagai berikut:
1)
Jabatan yang
melibatkan kegiatan intelektual
2)
Jabatan yang
menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus
3)
Jabatan yang
memerlukan persiapan profesional yang lama dibandingkan dengan pekerjaan yang
memerlukan latihan umum biasa
4)
Jabatan yang
memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
5)
Jabatan yang
menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
6)
Jabatan yang
menentukan baku atau standarnya sendiri
7)
Jabatan yang
lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
8)
Jabatan yang
mempunyai organisasi profesional yang solid dan terjalin erat
(Roestijah: 1986:43)
Roslender dalam
Mukhtar dan Iskandar (2009: 134) menyebutkan bahwa terdapat lima definisi
mengenai karakteristik profesionalitas ini, yaitu:
1)
Mempunyai
basis sistematik teori (keilmuan)
2)
Dapat
dijadikan jaminan pada saat praktek lapangan, dilengkapi dengan fakta-fakta lapangan
yang dapat dilihat pada outputnya
3)
Memiliki
karakteristik yang dapat diidentifikasikan dan mempunyai sanksi komunitas dan
institusi atas pelanggaran profesi yang dilakukan
4)
Memiliki kode
etik
5)
Adanya
ketaatan pada budaya profesi
Persayaratan Profesi guru menurut Moh Ali (1985) dalam
Usman (1995:15) yaitu:
1)
Menuntut adanya keterampilan
yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
2)
Menekankan pada suatu keahlian
bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
3)
Menuntut adanya tingkat pendidikan
keguruan yang memadai
4)
Adanya kepekaan terhadap dampak
kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5)
Memungkinkan perkembangan
sejalan dengan dinamika kehidupan
Sedangkan kompetensi professional guru meliputi:
1)
Menguasai landasan kependidikan
2)
Menguasai bahan pengajaran
3)
Menyusun program pengajaran
4)
Melaksanakan program pengajaran
5)
Menilai hasil dan proses
belajar mengajar yang telah dilaksanakan
Adapun paradigma profesionalitas guru menurut Mukhtar (2009:121) minimal
memiliki kriteria:
1)
Ahli dalam
ilmunya, terampil dalam berbuat atau menerapkannya sesuai kompetensi
2)
Alumni dari
sebuah lembaga yang legal/formal
3)
Memiliki
sertifikat kualifikasi
4)
Profesi guru
sebagai sumber kehidupannya
5)
Menjalankan
profesinya dengan ikhlas sepenuh hati
Indikator guru yang profesional
menurut Acheson dan Gall (1992:23) yaitu:
1)
Memiliki
hubungan yang positif dengan siswa
2)
Peduli
terhadap emosi siswa
3)
Memelihara
disiplin kontrol
4)
Menciptakan
lingkungan yang kondusif untuk belajar
5)
Mengenal dan
memperhatikan perbedaan individual
6)
Menikmati
bekerja dengan siswa
7)
Mengupayakan
keterlibatan siswa dalam belajar
8)
Kreatif dan
inovatif
9)
Menekankan
keterampilan membaca
10)
Memberi image
diri siswa yang baik
11)
Aktif dalam
kegiatan pengembangan profesionalitas
12)
Menguasai
materi secara mendalam
13)
Fleksibel
14)
Konsisten
Melihat prasyarat kompetensi guru
yang cukup banyak diatas, fenomena yang jamak ditemui belakangan ini adalah
guru terkadang belum mampu mewujudkan kinerja profesional di sekolah. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya iklim pendidikan sekolah yang belum
kondusif, disibukkan oleh kondisi kerja yang banyak dan beragam, sehingga
waktunya banyak tersita, atau mungkin karena kurangnya pengawasan dari
supervisor dari unsur pengawas sekolah/madrasah maupun kepala sekolah/madrasah.
H.
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan
cara yang akan digunakan dalam melakukan penelitian, sehingga proses penelitian
menjadi lancar dan sesuai dengan tujuan penelitian. Menurut pedoman penulisan
karya ilmiah Universitas Negeri Malang (2000:24), ”Metode penelitian memuat
uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional”.
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1989:4), riset dapat didefinisikan sebagai
usaha untuk menentukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan
usaha yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.
1.
Jenis
Penelitian
Penelitian
ini merupakan penelitian kuantitatif, dimana menurut Borg dan Gall (1989) dalam
Sugiyono (2008:7) bahwa penelitian kuantitatif disebut sebagai metode
tradisional, positivistik, scientific, confirmatory. Metode kuantitatif
digunakan karena sesuai dengan topik permasalahan yang memiliki populasi yang
luas, dengan permasalahan yang sudah jelas, teramati, terukur, dan dimaksudkan
untuk menguji hipotesis, dan menggunakan data penelitian berupa angka-angka dan
analisa statistik.
2.
Kerangka
Konseptual dan Pengembangan Hipotesis
Adapun
kerangka konseptual penelitian ini adalah:
![]() |
a.
Hipotesis 1: Supervisi Klinis
Terhadap Motivasi Kerja Guru
Supervisi dan kepengawasan mempengaruhi motivasi kerja
guru. Artinya, motivasi seseorang akan meningkat ketika pengawasan dan
supervise dilakukan secara intensif. Sobur (2003,: 267) menyatakan
faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan seorang pekerja atau pegawai
disebut faktor pemeliharaan, atau kesehatan, dan meliputi gaji, pengawasan,
kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi
dengan rekan kerja. Dalam Jurnal Ilmiah
Caswa (2008) menyatakan bahwa “terdapat pengaruh positif antara Supervisi
terhadap motivasi kerja guru”
b.
Hipotesis 2: Supervisi Klinis
Terhadap Moral Kerja Guru
Pada dasarnya, moral kerja dipengaruhi beragam factor,
salah satunya melalui pembinaan manajerial anggota sekolah terutama guru
melalui kegiatan pengawasan. Jones, Salisbury
dan Spencer (1969) sebagaimana dikutip Bafadal (2003:102) menegaskan bahwa ada
beberapa alternative dalam hal manajerial pembinaan moral kerja guru, yaitu:
menciptakan lingkungan yang merangsang dan menyenangkan; deskripsi tugas dan
tanggung jawab yang jelas; kebebasan akademik dan jiwa; serta menciptakan
hubungan yang harmonis antara sesame personalia sekolah.
c.
Hipotesis 3: Supervisi Klinis
Terhadap Profesionalisme Guru
Tujuan supervisi antara lain dari pendapat
.Arikunto (2004:40) bahwa supervisi
pendidikan ialah pembinaan yang diberikan kepada seluruh sekolah mengembangkan
situasi belajar mengajar dengan baik. bahwa tujuan supervise pendidikan pada
zaman ini ialah mengetahui situasi untuk mengukur tingkat perkembangan kegiatan
sekolah dalam usahanya mencapai tujuan. Atau dengan kata lain, tujuan supervisi
ialah baik, yaitu untuk pengukuranm kemajuan sekolah. agar mereka dapat
meningkatkan kinerjanya terutama melalui profesionalisme guru.
d.
Hipotesis 4: Motivasi Kerja
Terhadap Moral Kerja Guru
Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
kondisi emosi seseorang. Apabila moral kerja seseorang tinggi, maka orang
tersebut berada di mana kondisi emosi dan mentalnya memenuhi syarat yang
dikehendaki oleh orang tersebut (Bafadal, 2003:92).. unsur pokok yang terdapat dalam motivasi,
yaitu unsur dorongan atau kebutuhan, dan unsur tujuan (Handoko, 1992:10 dalam
Sobur, 2003:269). Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja
adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara
perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
e.
Hipotesis 5: Motivasi Kerja
Terhadap Profesionalisme Guru
Listyanto dan Setiaji (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa terdapat pengaruh motivasi, disiplin kerja dan kepuasan
terhadap kinerja karyawan. McCormick
dalam Mangkunegara (2000), menyatakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang
berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan
dengan lingkungan kerja.
f.
Hipotesis 6: Moral Kerja
Terhadap Profesionalisme Guru
Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan
kondisi emosi seseorang. Apabila moral kerja seseorang tinggi, maka orang
tersebut berada di mana kondisi emosi dan mentalnya memenuhi syarat yang
dikehendaki oleh orang tersebut.(Bafadal, 2003:92)
3.
Penentuan
Populasi dan Sampel
Populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:80). Populasi dalam penelitian ini menggunakan Simple Random sampling karena
pengambilan anggota sampel dalam populasi dilakukan secara acak karena anggota
populasi yang homogen (Sugiyono,
2008:82). Besarnya jumlah sampel
penelitian didasarkan dari Isaac dan Michael untuk tingkat kesalahan sebesar
10% (Sugiyono, 2008: 87).
Populasi
dalam penelitian ini adalah guru Madrasah Tsanawiyah di kabupaten Bondowoso,
yaitu terdiri dari 2 Madrasah Tsanawiyah Negeri yaitu MTsN Bondowoso I dan MTsN
Bondowoso 2 dan 3 Madrasah Tsanawiyah swasta, yaitu Madrasah Tsanawiyah
Miftahul Ulum Wonosari , Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso, dan Madrasah
Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan, yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun bukan PNS. Dan dengan jumlah guru
sebanyak 127 orang.
Adapun
alasan peneliti memilih guru MTs tersebut sebagai responden adalah:
1.
Madrasah
Tsanawiyah Negeri merupakan tolok ukur MTs diseluruh kabupaten Bondowoso
2.
Madrasah
Tsanawiyah Negeri berada pada lokasi strategis sehingga para guru mudah
mendapat informasi terkini khususnya dalam dunia pendidikan
3.
Madrasah
Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari, Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso dan
Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan merupakan Madrasah Tsanawiyah dengan
jumlah siswa dan gedung yang memadai
4.
Madrasah
Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari, Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso dan
Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan merupakan madrasah yang terletak pada
lokasi yang strategis dan mudah dijangkau oleh pengawas sehingga diharapkan
kegiatan supervisi lebih intensif dilaksanakan
Adapun rincian jumlah guru
pada Madrasah Tsanawiyah tersebut adalah:
No
|
Madrasah
|
Jumlah guru PNS
|
Jumlah guru Non PNS
|
1
|
Madrasah Tsanawiyah Negeri Bondowoso I
|
27
|
2
|
2
|
Madrasah Tsanawiyah Negeri Bondowoso II
|
29
|
10
|
3
|
Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari
|
1
|
18
|
4
|
Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan
|
3
|
18
|
5
|
Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso
|
2
|
11
|
4.
Teknik
Pengumpulan Data
Terdapat
dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas
instrumen penelitian dan kualitan pengumpulan data. Kualitas instrumen
penelitian berkenaan dengan validitas dan realibilitas instrumen dan kualitas
pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data (Sugiyono, 2008:137). Adapun dalam penelitian ini, pengumpulan
data dilakukan dengan metode kuisioner berdasarkan beberapa alasan, yaitu:
responden memiliki waktu yang cukup untuk menjawab beberapa pertanyaan;
responden menghadapi pertanyaan yang sama dengan susunan dan cara pengisian
yang sama pula; responden memiliki kebebasan memberikan jawaban; dan dapat
mengumpulkan data dan keterangan dari banyak responden dalam waktu yang tepat.
Kuisioner
merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab
Kuisioner cocok dilakukan karena jumlah responden cukup besar dan tersebar di
wilayah yang cukup luas (Sugiyono, 2008:142).
Di bawah
ini ditampilkan rangkuman variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian
ini, berikut indikator masing-masing variabel yang akan menjadi acuan dalam
penyusunan pernyataan-pernyataan kuisioner. Pengembangan indikator untuk setiap
variabel dibutuhkan mengingat variabel-variabel tersebut merupakan variabel
laten yang tidak dapat diukur secar alangsung.
Indikator-indikator dikembangkan berdasar kepada teori-teori pendukung
dan hasil penelitian empiris.
Variabel
|
Indikator
|
Supervisi klinis (X)
|
Pengawas madrasah sering hadir ke sekolah
|
Pengawas madrasah sering mengamati proses belajar mengajar
|
|
Pengawas sekolah terbuka dan mau menerima keluh kesah guru
|
|
Kepala madrasah dan pengawas banyak membantu dalam pengembangan guru
|
|
Pengawasan madrasah lebih bersifat bimbingan, bukan perintah atau
instruksi
|
|
Pengawas banyak membantu dalam penggunaan alat pendidikan
|
|
Pengawas banyak membantu dalam mengatasi masalah pengajaran yang
dilakukan guru
|
|
Pengawas tanggap terhadap kelemahan yang terjadi dalam proses pengajaran
|
|
Pengawas sekolah dapat memberikan pemecahan dan penyelesaian masalah
pengajaran
|
|
Pengawas memberi kesempatan guru untuk mengevaluasi penampilan
mengajarnya sendiri
|
|
Pengawasan dan bimbingan yang diberikan memberi dampak positif bagi
pengembangan potensi guru
|
|
Pengawas banyak berdiskusi (sharing) dengan guru
|
|
Motivasi
(Y1)
|
Meyakini bahwa bekerja merupakan bagian dari ibadah
|
Meyakini bahwa Allah menyediakan pahala dan ganjaran yang baik atas
kinerja yang baik pula
|
|
Memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan
|
|
Memiliki hubungan yang baik dengan teman sekerja
|
|
Honor/gaji yang diterima dapat mendorong dalam bekerja
|
|
Bekerja karena keinginan pribadi
|
|
Tempat bekerja aman dan nyaman
|
|
Sekolah/madrasah memberi kesempatan
yang sama untuk berprestasi
|
|
Sekolah/lembaga memberi kesempatan yang sama untuk menaikkan jenjang karir
|
|
Memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
|
|
Moral kerja
(Y2)
|
Selalu datang dan pulang tepat waktu
|
Kondisi dan situasi tempat mengajar tenang dan tidak menimbulkan stres
|
|
Pembagian tugas di tempat kerja sangat jelas
|
|
Tidak pernah menunda pekerjaan
|
|
Selalu senang mengajar
|
|
Mampu menyelesaikan tugas tambahan di sekolah
|
|
Selalu mengerjakan tugas dengan penuh kesadaran dan tangung jawab
|
|
Selalu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk melaksanakan pekerjaan
|
|
Profesionalisme
(Z)
|
Guru merupakan pekerjaan utama (bukan sampingan)
|
Selalu menjaga kebersihan dan kerapian diri dan lingkungan kerja
|
|
Mengajar pelajaran yang sesuai jenjang pendidikan yang telah ditempuh
|
|
Bangga dengan pekerjaan ini
|
|
Menyadari pentingnya ilmu pengetahuan yang diajarkan
|
|
Sangat menguasai materi pengajaran yang diajarkan
|
|
Selalu mempersiapkan materi dan persiapan lain dengan matang sebelum
mengajar
|
|
Selalu mengevaluasi kinerja diri sendiri
|
|
Selalu memperbaiki kinerja jika dianggap masih kurang baik
|
Instrumen untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah kuisioner yang
disusun berdasarkan kisi-kisi teoritis dalam bentuk Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelomp ok orang tentang kejadian atau gejala sosial (Ridwan,
2004: 86). Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik
tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang
perlu dijawab responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan
atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata berikut:
a.
Sangat
Setuju (SS) diberi skor 5,
b.
Setuju
(S) diberi skor 4,
c.
Ragu-ragu
(R) diberi skor 3,
d.
Tidak
Setuju (TS) diberi skor 2
e.
Sangat
Tidak Setuju (STS) diberi skor 1
5.
Teknik
Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik
analisis multivariate (multivariate analysis). Analisis
multivariate merupakan salah satu jenis analisis statistic yang digunakan untuk
menganalisis data yang terdiri dari banyak variable baik variable bebas (independent variables) maupun tak bebas
(dependent variables) (Wijaya,
2010:4). Dalam multivariate disini digunakan teknik analisis regresi linear
berganda, yaitu metode analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk
meneliti pengaruh dua atau lebih variable bebas terhadap satu variable
tergantung dengan skala interval. Adapun teknik pengujian hipotesisnya
menggunakan teknik analisis Path. Menurut Dillon dan Goldstein (1984), Path analysis adalah pengembangan dari
model regresi yang digunakan untuk menguji bentuk hubungan sebab akibat atau
kausal dari model tersebut. Dengan analisis Path, dapat diestimasi
koefisien-koefisien beberapa persamaan structural linear yang mempunyai
hubungan sebab akibat seperti yang sudah dihipotesiskan. Dalam penelitian ini
terdapat enam hipotesis asosiatif, yang terdiri atas tiga korelasi sederhana
(hubungan antara satu variable independent dan satu dependen), dua korelasi
ganda (hubungan antara dua variable independent dengan dua variable dependen)
dan satu korelasi parsial (korelasi yang variabelnya dikendalikan).
Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1 : Terdapat Pengaruh Supervisi Klinis Terhadap Motivasi Kerja Guru
Hipotesis 2 : Terdapat Pengaruh Supervisi
Klinis Terhadap Moral Kerja Guru
Hipotesis 3 : Terdapat Pengaruh Supervisi Klinis Terhadap Profesionalisme Guru
Hipotesis 4 : Terdapat Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Moral Kerja Guru
Hipotesis 5 : Terdapat Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Profesionalisme Guru
Hipotesis 6 : Terdapat Pengaruh Moral Kerja Terhadap Profesionalisme Guru
a.
Uji Validitas
Untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid, maka diperlukan instrument yang
valid pula. Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mengukur data tersebut valid. Valid berarti instrument tersebut dapat
dighunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008:121). Pengujian
seluruh butir instrument dalam satu variable dapat juga dilakukan dengan
mencari daya pembeda skor tiap item dari kelompok yang memberikan jawaban
tinggi dan jawaban rendah. Dalam hal ini, Masrun (1979) menyatakan bahwa
analisis untuk mengetahui daya pembeda, sering juga dinamakan analisis untuk
menguji validitas item. Pengujian analisis daya pembeda dapat menggunakan t-test sebagai berikut
![]() |
|
![]() |
nilai t hitung tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan nilai t table. Adapun pedoman untuk memberikan interpretasi
koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
-
interval koefisien antara 0,00
– 0,199 berarti tingkat hubungan sangat rendah
-
interval koefisien antara 0,20
– 0,399 berarti tingkat hubungan rendah
-
interval koefisien antara 0,40
– 0,599 berarti tingkat hubungan sedang
-
interval koefisien antara 0,60
– 0,799 berarti tingkat hubungan kuat
-
interval koefisien antara 0,80
– 1,000 berarti tingkat hubungan sangat kuat
(Sugiyono, 2008: 184)
b.
Uji Realibilitas
Realibilitas kuisioner diuji
dengan menggunakan koefisien construc’s
realibility yang perhitungannya akan dilakukan secara otomatis oleh program
AMOS 16.00. criteria penilaiannya yaitu jika besar koefisien ini berkisar
antara nol hingga satu, sehingga makin besar koefisien ini maka makin besar
keandalan alat ukur yang digunakan. Nilai yang
mendekati satu menunjukkan tingkat konsistensi yang tinggi
![]() |
Standarized loading diperoleh langsung dari standart loading untuk tiap-tiap indicator. Єj adalah measurement error = 1-(standardized loading)2.
Teknik ini menggunakan criteria:
No
|
Interval construct’s realibility
|
Kriteria
|
1
|
<0,200
|
Sangat rendah
|
2
|
0,200 – 0,399
|
Rendah
|
3
|
0,400 – 0,599
|
Cukup
|
4
|
0,600 – 0,799
|
Tinggi
|
(Arikunto,
1993:56)
c.
Analisis Regresi Linier
Berganda
Analisis regresi bertujuan
menganalisis besarnya pengaruh variable independent terhadap variable
dependent. Regresi linier dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu regresi
linier sederhana dan regresi linier berganda. Disebut regresi linier sederhana
jika variable bebasnya hanya satu saja, dan disebut regresi linier bergandajika
variable bebasnya lebih dari satu (Wijaya, 2010: 25). Komputasi umum regresi
sebagai berikut:
Y = a + bX
Sedangkan komputasi regresi
linier berganda sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + bnXn.,,,
Keterangan:
Y = Variabel terikat (dependent)
a = Konstanta
b1,2,n = Koefisien regresi variable bebas
X1,2,n = Variabel bebas (independent)
Dalam penelitian ini, untuk
mengetahui pengaruh antara variable bebas, yaitu supervise klinis terhadap motivasi
kerja, moral kerja, dan profesionalisme guru, maka dapat digunakan analisis
jalur yang diuraikan dalam persamaan structural berikut:
Z = a + b1Y1 + b2Y2
Y = a + b1X
Y1 = a + b2Y2
Adapun alat analisis yang digunakan
adalah dengan menggunakan program SPSS sehingga dapat diketahui nilai parameter
dari masing-masih variable diatas.
d.
Menghitung total pengaruh pada
jalur
Perhitungan jalur tentang
pengaruh setiap variable X terhadap Y yang menggunakan regresi dengan variable
yang distandarisasi. Sebelum menguji ada tidaknya pengaruh tersebut,
masing-masing jalur diuji signifikansinya terlebih dahulu. Apabila ditemukan
jalur yang tidak signifikan, maka diberlakukan trimming theory atau dengan
menghilangkan atau menghapus jalur yang tidak signifikan (Solimun, 2002). Hasil
dari struktur yang baru tersebut dihitung kembali masing-masing koefisien
jalurnya (path coefficient).
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui besarnya pengaruh langsung dan tidak
langsung serta pengaruh totalnya. Perhitungannya sebagai berikut:
Menghitung pengaruh langsung (Direct effect atau DE)
a.
Pengaruh variable Supervisi
Klinis Terhadap Motivasi Kerja Guru

b.
Pengaruh variable Supervisi Klinis Terhadap Moral
Kerja Guru

c.
Pengaruh variable Supervisi
Klinis Terhadap Profesionalisme Guru

d.
Pengaruh variable Motivasi
Kerja Terhadap Moral Kerja Guru

e.
Pengaruh variable Motivasi
Kerja Terhadap Profesionalisme Guru

f.
Pengaruh variable Moral Kerja
Terhadap Profesionalisme Guru

I.
Sistematika Pembahasan
Dalam Bab I
penelitian ini akan dijelaskan latar belakang penelitian serta focus masalah yang akan
diteliti, manfaat dan tujuan penelitian. Dilanjutkan pada Bab II yang berisi Landasan teori, kajian kepustakaan,
kerangka berfikir, pengajuan hipotesis dan teknik analisa data. Bab III
penelitian ini akan berisi paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan,
dan kemudian akan ditutup dengan Bab IV berupa kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Duhou, Ibtisam. 2002. School Based Management. Ciputat: Logos Wacana Ilmu
Azhari, Ahmad. 2004. Supervisi Rencana Program Pembelajaran. Jakarta: Rian Putra
Bafadal,
Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme
Guru SD. Jakarta: Bumi Aksara
Departemen
Agama RI. 2005. Kepengawasan Pendidikan.
Jakarta:
Direktorat Jenderal Mapendais
___________________. 2003. Himpunan Peraturan tentang Kepegawaian.
Jakarta: Biro Kepegawaian Sekjen Depag RI
___________________.
2004 Pedoman Rekruitmen Calon Pengawas. Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Islam
___________________.
2004 Pedoman Angka
Kredit Pengawas Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Islam
___________________. 2004. Penilaian Angka Kredit Jabatan Guru.
Jakarta: Biro Kepegawaian Sekjen Depag RI
___________________.
2005. Profil Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Bagian Data dan
Informasi Pendidikan Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam
___________________. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Biro
Kepegawaian Sekjen Depag RI
___________________. 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI
tentang Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam
Gerungan,
WA.1986. Psikologi Sosial. Bandung:
PT Eresco
Hartani,
AL. 2011. Manajemen Pendidikan. Jember:
Laksbang Pressindo
Kartono ST. 2009. Sekolah Bukan Pasar. Jakarta: Kompas Penerbit Buku
Kartini Kartono & Dali
Gulo. 1987. Kamus Psikologi. Bnadng: Pioner Jaya
Kementerian
Agama RI. 2010. Wawasan Pendidikan
Karakter Dalam Islam. Jakarta: Direktorat
Jenderal Mapendais
Mukhtar & Iskandar. 2009. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press
Nashar.
2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam
Kegiatan Pembelajaran. Jakarta:
Delia Press
Peraturan Menteri Agama Ri Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah.
Jakarta
Purwanto,
Ngalim. 2004. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Pusat
Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta:
Balai Pusaka
Raynolds, Larry J. 2005. Kiat
Sukses Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Diva Pustaka
Rozzaid,
Yusron. 2010. Pelatihan SPSS dan AMOS,
Konsep dan Praktek. Jember:Universitas Muhammadiyah
Saud,
Udin Saefudin. 2008. Pengembangan Profesi
Guru. Bandung:
Alfabeta
Sobur,
Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaska Setia
Solimun.
2002. Metode Kualitatif untuk Bisnis.
Graha Ilmu: Yogyakarta
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, R & D. Bandung: Alfabeta
_______.
2012. Statistika untuk Penelitian ed. 17.
Bandung:
Alfabeta
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi
Proses Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Surya,
Mohammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru.
Semarang: CV
Aneka Ilmu
Suryabrata, Sumadi. 2001.Psikologi Pendidikan .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Thaib, Amin; Siregar, Sahrul & Noer, Hasan M.
2005. Standar Supervisi dan Evaluasi
Pendidikan pada Madrasah Aliyah. Jakarta: Ditmapenda
Thoha, Chabib. 1996. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tholhah, Imam. 2007. Pedoman Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Dasar dan
Menengah. Jakarta: Departemen Agama RI
Uno,
Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media
Usman,
Moh. Uzer. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Wijaya,
Toni. 2010. Analisis Multivariat.
Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta
KUISIONER PENELITIAN
Kepada
Yth. Bapak/Ibu Guru
Madrasah Tsanawiyah
Di Bondowoso
Assalamu’alaikum
Wr. Wb
Dengan hormat,
Sebelumnya, kami
mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk
mengisi kuisioner penelitian ini. Data yang Bapak/Ibu berikan akan digunakan
dalam rangka penulisan tesis kami dengan judul SUPERVISI KLINIS DAN PENGARUHNYA
TERHADAP MOTIVASI KERJA, MORAL KERJA, DAN PROFESIONALISME GURU: STUDI PADA GURU
MADRASAH TSANAWIYAH DI BONDOWOSO.
Kami akan sangat
berterima kasih apabila Bapak/Ibu Guru berkenan mengisi daftar pertanyaan
dibawah. Mohon Bapak/Ibu mempertimbangkan jawaban atas dasar pengalaman dan
sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan dalam menjalankan aktivitas di
sekolah. Jawaban dan penilaian yang objektif sangat kami harapkan. Kerahasiaan
isi kuisioner dan data Bapak/Ibu akan dijaga kerahasiaannya sesuai standar
profesionalitas dan etika penelitian.
Atas partisipasi Bapak/Ibu Guru, kami sampaikan banyak terima kasih
dan kami sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Bondowoso, Maret 2012
Hormat
Kami,
Kholifah
Nurisa Ariyanto
IDENTITAS RESPONDEN:
Jenis
Kelamin : L/P (coret
yang tidak perlu)
Usia :…………
Pendidikan
terakhir :…………
Masa
Kerja :…………
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET:
1.
Mohon dengan hormat bantuan dan
kesediaan Bapak/Ibu Guru untuk menjawab seluruh pertanyaan yang disediakan
2.
Jawaban diberi tanda centang (√)
pada salah satu dari lima
alternative jawaban yang ada
3.
Tidak ada jawaban yang benar
maupun salah
4.
Lima alternative
jawaban tersebut adalah:
Sangat
Setuju (SS)
Setuju
(S)
Ragu-ragu
(RR)
Tidak
Setuju (TS)
Sangat
Tidak Setuju (STS)
1.
Supervisi Klinis
No
|
Pernyataan/pertanyaan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
1
|
Pengawas madrasah sering hadir ke sekolah
|
|
|
|
|
|
2
|
Pengawas madrasah sering mengamati proses belajar mengajar
|
|
|
|
|
|
3
|
Pengawas sekolah terbuka dan mau menerima keluh kesah guru
|
|
|
|
|
|
4
|
Kepala madrasah dan pengawas banyak membantu dalam pengembangan guru
|
|
|
|
|
|
5
|
Pengawasan madrasah lebih bersifat bimbingan, bukan perintah atau
instruksi
|
|
|
|
|
|
6
|
Pengawas banyak membantu dalam penggunaan alat pendidikan
|
|
|
|
|
|
7
|
Pengawas banyak membantu dalam mengatasi masalah pengajaran yang
dilakukan guru
|
|
|
|
|
|
8
|
Pengawas tanggap terhadap kelemahan yang terjadi dalam proses pengajaran
|
|
|
|
|
|
9
|
Pengawas sekolah dapat memberikan pemecahan dan penyelesaian masalah
pengajaran
|
|
|
|
|
|
10
|
Pengawas memberi kesempatan guru untuk mengevaluasi penampilan
mengajarnya sendiri
|
|
|
|
|
|
11
|
Pengawasan dan bimbingan yang diberikan memberi dampak positif bagi
pengembangan potensi guru
|
|
|
|
|
|
12
|
Pengawas banyak berdiskusi (sharing) dengan guru
|
|
|
|
|
|
2.
Motivasi
No
|
Pernyataan/pertanyaan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
1
|
Saya meyakini bahwa bekerja merupakan bagian dari ibadah
|
|
|
|
|
|
2
|
Saya meyakini bahwa Allah menyediakan pahala dan ganjaran yang baik atas
kinerja yang baik pula
|
|
|
|
|
|
3
|
Saya memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan
|
|
|
|
|
|
4
|
Saya memiliki hubungan yang baik dengan teman sekerja
|
|
|
|
|
|
5
|
Honor/gaji yang diterima dapat mendorong
saya dalam bekerja
|
|
|
|
|
|
6
|
Saya bekerja karena keinginan pribadi
|
|
|
|
|
|
7
|
Tempat bekerja saya aman dan nyaman
|
|
|
|
|
|
8
|
Sekolah/madrasah memberi kesempatan
yang sama bagi saya untuk berprestasi
|
|
|
|
|
|
9
|
Sekolah/lembaga memberi kesempatan yang sama untuk menaikkan jenjang
karir
|
|
|
|
|
|
10
|
Saya memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
|
|
|
|
|
|
3.
Moral kerja
No
|
Pernyataan/pertanyaan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
1
|
Saya selalu datang dan pulang tepat waktu
|
|
|
|
|
|
2
|
Kondisi dan situasi tempat mengajar saya tenang dan tidak menimbulkan
stres
|
|
|
|
|
|
3
|
Pembagian tugas di tempat kerja saya sangat jelas
|
|
|
|
|
|
4
|
Saya tidak pernah menunda pekerjaan
|
|
|
|
|
|
5
|
Saya selalu senang mengajar
|
|
|
|
|
|
6
|
Saya mampu menyelesaikan tugas tambahan di sekolah
|
|
|
|
|
|
7
|
Saya melalu mengerjakan tugas dengan penuh kesadaran dan tangung jawab
|
|
|
|
|
|
8
|
Saya selalu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk melaksanakan
pekerjaan
|
|
|
|
|
|
4.
Profesionalisme
No
|
Pernyataan/pertanyaan
|
SS
|
S
|
RR
|
TS
|
STS
|
1
|
Guru merupakan pekerjaan utama saya (bukan sampingan)
|
|
|
|
|
|
2
|
Saya selalu menjaga kebersihan dan kerapian diri dan lingkungan kerja
|
|
|
|
|
|
3
|
Saya mengajar pelajaran yang sesuai jenjang pendidikan yang telah saya
tempuh
|
|
|
|
|
|
4
|
Saya bangga dengan pekerjaan ini
|
|
|
|
|
|
5
|
Saya menyadari pentingnya ilmu pengetahuan yang diajarkan
|
|
|
|
|
|
6
|
Saya sangat menguasai materi pengajaran yang diajarkan
|
|
|
|
|
|
7
|
Saya selalu mempersiapkan materi dan persiapan lain dengan matang sebelum
mengajar
|
|
|
|
|
|
8
|
Saya selalu mengevaluasi kinerja diri sendiri
|
|
|
|
|
|
9
|
Saya selalu memperbaiki kinerja jika dianggap masih kurang baik
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar