Kamis, 05 Juni 2014

Proposal Tesisku..

Mengingat memori jaman kuliah dahulu kala..kenangan manis mengejar-ngejar dosen bak fans berat artis...tak peduli hujan, panas, lapar, haus...ah indahnya..jadi pengen lagi..tapi biaya S3 mahal banget..

Judulnya: Supervisi Klinis dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja, Moral Kerja, Dan Profesionalisme Guru: Studi Pada Guru Madrasah Tsanawiyah Di Bondowoso


A.        Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu keharusan untuk memperoleh suatu keberlangsungan hidup yang bermakna. Geissler (2000) dalam Surya, 2003:426) menyatakan bahwa “learning has become the citizen’s first duty. Stop learning and you stop living”. Geiser juga menjelaskan bahwa di millennium ketiga ini manusia dituntut untuk melakukan ”learning offensive” atau ofensif dalam pembelajaran dengan alas an bahwa pola-pola individualisasi dalam era post modern yang mendorong adanya pemenuhan diri (self fulfillment) yang berlangsung secara simultan dengan keharusan untuk mencapainya; makin meningkatnya perilaku reflektif dalam kehidupan; adanya tantangan globalisasi dan internasionalisasi; dan adanya koreksi terhadap struktur waktu masyarakat (Surya, 2003:427). Milenium ketiga dari proses kehidupan manusia ini berada pada abad 21 yang bukan saja merupakan abad baru melainkan juga peradaban baru yang membawa Indonesia pada restrukturisasi global dunia yang ditandai dengan berbagai perubahan dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan (Uno, 2007:30).
Masalah krisis yang amat kompleks dan membawa tantangan berat di Indonesia memberikan kesadaran bahwa betapa system pendidikan yang dilaksanakan selama ini belum mampu membentuk pribadi yang tangguh serta mengembangkan pemikiran yang kreatif untuk memecahkan masalah krisis. Sebagai lembaga  yang menaungi pendidikan di Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk keberhasilan pendidikan tersebut, diantaranya dengan menyempurnakan kurikulum, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, hingga memberikan bantuan bagi sekolah maupun murid yang tidak mampu dan terutama dalam meningkatkan profesionalisme guru. Semua hal itu dilakukan secara terus-menerus demi mencapai hasil yang diinginkan bersama, yaitu terbentuknya manusia yang berguna bagi dirinya, agama, masyarakat, lingkungan, bangsa dan negaranya.
Dalam hal ini, guru dengan segala kelebihan dan keterbatasannya dianggap sebagai pemegang peranan strategis dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nila-nilai yang diinginkan (Saud, 2009:32). Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara tegas menyatakan bahwa kedudukan guru sebagai tenaga professional berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran. (Depdiknas, 2005:3). Ditinjau dari dimensi pembelajaran, peranan guru dalam masyarakat Indonesia sulit digantikan oleh orang lain dan tetap dominan sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran berkembang sangat pesat.Definisi yang sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia adalah bahwa  guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki charisma atau wibawa hingga perlu diteladani (Uno, 2007:15).  Menurut Adler (1982) dalam Bafadal (2006:4), guru merupakan unsur manusiawi yang menentukan keberhasilan pendidikan, jadi tidak berlebihan kiranya jika dihipotesiskan bahwasanya peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah tidak mungkin tanpa adanya peningkatan profesionalisme para gurunya. Guru memegang peranan  strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan (Saud, 2009:32). Mengutip pendapat Hazkew dan Mc. Lendon dalam Uno (2007:15) bahwa “teacher is professional person who conduct classes”, (guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas). Sedangkan menurut Grambs dan Mc. Clare, guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan pengalaman dan tingkah laku dari seorang individu hingga dapat terjadi pendidikan (Uno, 2007:15). Adapun Rice dan Bishoprick (1971) dalam Bafadal (2006:5) berpendapat bahwa guru professional adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
Dalam konteks profesionalisme, Glickman (dalam Bafadal, 2006:5) menegaskan bahwa seseorang  akan bekerja secara professional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan dan motivasi, yaitu jika memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk bekerja sebaik-baiknya maka seseorang akan bekerja secara professional. Untuk itu seorang guru perlu mengetahui dan dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar agar ia dapat melaksanakan tugasnya secara professional, yaitu: harus dapat membangkitkan perhatian peserta didik pada materi yang diberikan serta dapat menggunakan berbagai media dan sumber belajar yang bervariasi; memperhatikan korelasi antara materi pelajaran dengan kontekstualitas sehari-hari; dan mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan social (Uno, 2007:16). Peran penting guru ini harus terus dikembangkan oleh pihak-pihak yang terkait seperti kepala sekolah atau khususnya supervisor melalui supervisi pendidikan. Pembahasan dan pemahaman supervisi pendidikan secara lebih tuntas  masih cukup jauh dari tuntunan teori dan praktik. Hal ini dapat dipahami karena banyak berbagai kendala yang dihadapi oleh supervisor.
Perkembangan supervisi pendidikan terutama pada sekolah yang sudah maju, dapat telihat bahwa peranan supervisor telah berkembang secara evolusi. Beberapa saat lalu hubungan guru-guru dan supervisor sering bersifat tegang dan menghukum seperti sikap bos terhadap bawahannya yang ditandai ditandai dengan menyuruh, mengatur, menghakimi dan kadang-kadang dalam kunjungan mereka ke sekolah dapat memecat atau memberhentikan guru. Namun seiring dengan kemajuan informasi dan pendidikan, saat ini para supervisor berperan sebagai partner guru dan banyak menghabiskan waktu mereka untuk membantu guru-guru mengembangkan diri mereka sebagai pengajar dan bukan mengadili kemampuan guru. Usaha-usaha kelompok untuk bekerja sama dimaksimalkan dan interaksi yang demokratis dilaksanakan.
 Pada dasarnya, rencana dan pelaksanaan merupakan satu kesatuan tindakan dan pengawasan dilakukan untuk melihat sejauh mana hasil dicapai. Menurut Murdick, pengawasan merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan (Fattah, 2004:101). Dalam menjalankan tugas sebagai pendidik, guru membutuhkan bantuan orang lain untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam mewujudkan tujuan pendidikan. Guru selalu berusaha memberi pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang sedang berkembang agar tujuan yang diinginkan bersama dapat tercapai. Orang yang berfungsi membantu guru dalam hal ini adalah kepala sekolah atau supervisor  yang setiap hari dapat langsung berhadapan dengan guru.
Kegiatan monitoring dan controlling atau pengawasan seluruh komponen dan aktivitas akademik menjadi sangat urgen dalam peningkatan kualitas pendidikan di sekolah. Pengawasan dan pembinaan yang kontinu dapat meningkatkan kemampuan dan profesionalisme guru (Thaib, 2005:2). Selain professional, guru maupun pekerja lain membutuhkan motif yang cukup sehingga keberhasilan pekerjaan dapat tercapai karena motivasi memberikan energi pada seseorang dalam melaksanakan tugas (Nashar, 2003:37).
Data pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bondowoso menyebutkan bahwa terdapat 374 guru yang berstatus PNS pada seluruh madrasah. Adapun guru berstatus PNS pada Madrasah Tsanawiyah Negeri maupun swasta sebanyak 98 guru, dengan jumlah guru yang telah tersertifikasi sebanyak 87 orang dan yang berlum tersertifikasi sebanyak 11 orang. Para guru PNS ini tersebar pada 104 Madrasah Tsanawiyah, yang terdiri dari 2 Madrasah Tsanawiyah Negeri dan 102 Madrasah Tsanawiyah Swasta. Adapun jumlah pengawas madrasah untuk tingkat RA/TK-SD/MI sebanyak 33 orang dan pengawas SLTP/MTs-MA/SMA/SMK sebanyak 13 orang yang tersebar pada tiap masing-masing kecamatan. Sesuai Peraturan Menteri Agama nomor 2 tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Sekolah, Pengawas Madrasah adalah Guru Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan fungsional pengawas satuan pendidikan yang tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya melakukan pengawasan akademik dan manajerial pada Madrasah. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, pengawas madrasah bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas kependidikan di sekolah dengan monitoring dan controlling terhadap seluruh komponen dan aktivitas akademik dengan menyusun program pengawasan di bidang akademik dan manajerial; pembinaan dan pengembangan madrasah, pembinaan, pembimbingan, dan pengembangan profesi guru Madrasah; pemantauan penerapan standar nasional pendidikan, penilaian hasil pelaksanaan program pengawasan dan pelaporan pelaksanaan tugas kepengawasan.
Dari deskripsi diatas,  penulis tertarik untuk mengkaji penelitian dengan judul “Supervisi Klinis dan Pengaruhnya Terhadap Motivasi Kerja, Moral Kerja, Dan Profesionalisme Guru: Studi Pada Guru Madrasah Tsanawiyah Di Bondowoso” untuk menemukan relevansinya dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan akademik sebagai kajian aktual.

B.         Identifikasi dan Batasan Masalah
Pada dasarnya, penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui pengumpulan data. Masalah dapat diketahui atau dicari apabila terdapat penyimpangan antara pengalaman dengan kenyataan, antara apa yang direncanakan dengan kenyataan, adanya pengaduan, dan kompetisi (Stonner dalam Sugiyono, 2008:35).
        Supervisi pendidikan memiliki cakupan yang cukup luas, sehingga perlu dikerucutkan lagi agar penelitian ini lebih terfokus dan tidak menjalar pada aspek lain. Jadi,  dalam penelitian ini, masalah difokuskan pada supervisi klinis yang dilakukan oleh pengawas pendidikan dalam lingkungan sekolah dan pengaruhnya terhadap motivasi guru pada madrasah tsanawiyah di Bondowoso dalam kegiatan pembelajaran; moral kerjanya serta profesionalismenya.

C.         Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalah yang akan diteliti adalah:
1.          Apakah supervisi klinis mempunyai pengaruh signifikan terhadap motivasi kerja guru?
2.          Apakah supervisi klinis mempunyai pengaruh signifikan terhadap moral kerja guru?
3.          Apakah supervisi klinis mempunyai pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru?
4.          Apakah motivasi kerja mepunyai pengaruh signifikan terhadap moral kerja guru?
5.          Apakah motivasi kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru?
6.          Apakah moral kerja mempunyai pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru?

D.        Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam proposal ini adalah:
1.          Untuk mengetahui pengaruh supervisi klinis terhadap motivasi kerja guru
2.          Untuk mengetahui pengaruh supervisi klinis terhadap moral kerja  guru
3.          Untuk mengetahui pengaruh supervisi klinis terhadap profesionalisme  guru
4.          Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap moral kerja guru
5.          Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap profesionalisme  guru
6.          Untuk mengetahui pengaruh moral kerja terhadap profesionalisme  guru

E.         Manfaat Hasil Penelitian
Dalam tiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang ingin dicapai. Apabila peneliti telah memperoleh hasil, ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil itu kepada Negara atau khususnya kepada bidang yang sedang diteliti (Arikunto, 2002:55). Adapun penelitian ini dimaksudkan agar memiliki nilai manfaat diantaranya sebagai berikut:
1.              Bagi penulis, penelitian ini dapat merupakan pengalaman yang berharga dan dapat menjadi paradigma baru dalam melihat fenomena supervise dalam kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru. Hal ini diharapkan dapat menyumbangkan ide baru dalam kajian implikasi supervise klinis dalam peningkatan kinerja guru.
2.              Bagi Supervisor, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pelaksanaan supervise pada sekolah, untuk menjadi suatu dorongan agar senantiasa melaksanakan tugas kepengawasan dengan sebaik mungkin.
3.              Bagi Guru, dapat berfungsi sebagai motivasi untuk meningkatkan disiplin dan etos kerjanya dalam mendidik siswa-siswinya, serta dapat merupakan sarana bertukar ide konstruktif demi kemajuan pendidikan dan masa depan bangsa melalui pendidikan terhadap anak didik.

F.          Definisi Istilah
1.          Pengaruh
Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah daya yang timbul dari diri seseorang yang turut membentuk watak atau perbuatan seseorang.

2.          Supervisi Klinis
Supervisi klinis yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah proses bimbingan yang dilakukan oleh supervisor yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesiobal guru berdasarkan observasi dan analisa data.

3.          Motivasi
Dalam penelitian ini secara operasional, motivasi adalah respon yang muncul yang terjadi karena adanya rangsangan yang timbul dari unsur-unsur dari luar diri manusia itu sendiri.

4.          Moral Kerja
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan moral kerja adalah moral dalam arti semangat kerja atau etos kerja.

5.          Profesionalisme
Dalam penelitian ini, profesionalisme diartikan sebagai sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja berdasarkan standar yang baik dan tinggi dan sesuai kode etik profesinya.


G.        Penelitian Terdahulu dan Kajian Teori
1.          Penelitian terdahulu
Muzammil, (2007) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Profesionalitas Guru MTs al Yasini Bangkalan” mengungkapkan bahwa supervise memiliki pengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru.  Sedangkan Sri Purwaningsih, 2005: dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Dimensi Supervisi Pengajaran Terhadap Kinerja Guru Taman Kanak-kanak Negeri di Surakarta” menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang positif supervise pengajaran terhadap kinerja guru. Adapun Warnoto (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Kontribusi Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah, Supervisi Klinis dan Kinerja Guru Terhadap Mutu Kegiatan Belajar di SMPN Kecamatan Jatipurno Kabupaten Wonogiri” menyatakan bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah dan supervise klinis memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan mutu mengajar guru. Kurniati, (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMK Negeri I Purbalingga” menyatakan bahwa secara simultan supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja guru SMK Negeri 1 Purbalingga.
Suradi, 2011, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kompetensi, Supervisi Pendidikan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Smp Negeri Se Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga” menyatakan bahwa Supervisi pendidikan berpengaruh positif terhadap kinerja guru; Motivasi instrinsik berpengaruh positif terhadap kinerja guru; dan Supervisi pendidikan paling berpengaruh terhadap kinerja guru dibandingkan dengan variabel yang lain. Andjar Prijatni dalam penelitiannya di tahun 2011 yang berjudul Pengaruh Supervisi, Kompensasi, Iklim Kerja, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru SMAN di Kota Semarang menyatakan bahwa Supervisi, Kompensasi, Iklim Kerja, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Kerja berpengaruh besar terhadap Kinerja Guru. Adapun Anendra Sunarya

Jadi, dalam penelitian ini tema pengaruh supervise klinis terhadap motivasi kerja, moral kerja dan profesionalisme guru masih cukup relevan untuk dilakukan.

2.          Kajian Teoritik
a.           Kajian Teoritik tentang Supervisi Klinis
1)          Pengertian Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis yang intensif terhadap penampilan pembelajaran guru dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran (John Bolla dalam Mukhtar dan Iskandar, 2009:60).
Sedangkan Keith Anderson dan Meredith D. Call menyatakan bahwa dupervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil jurang antara tingkah laku mengajar yang ideal. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa supervisi klinis adalah supervisi yang terfokus pada penampilan guru secara nyata di kelas, termasuk pula guru sebagai peserta atau partisipan aktif dalam proses supervisi tersebut (Mukhtar dan Islandar, 2009:61)
Supervisi memiliki pemahaman yang luas (Purwanto, 2004: 76). Lebih lanjut Purwanto menjelaskan bahwa supervise adalah segala bantuan dari para pemimpin sekolah, yang tertuju pada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan. ia berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, serta bimbingan dalam usaha pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode pembelajaran yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran dan sebagainya (2004:76). Pemahaman umum bahwa peranan utama dari supervisi adalah ditujukan kepada perbaikan pengajaran. Franseth Jane dalam Piet A. Sahertian, berkeyakinan bahwa supervise akan dapat memberi bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kwalitas kehidupan akan diperbaiki olehnya. Ayer, Frend E, menganggap fungsi supervise untuk memelihara program pengajaran yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan.
Sedangkan supervise klinis termasuk bagian dari supervise pengajaran. Dikatakan supervise klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar mengajar, dan langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut (Purwanto, 2004:90). Lebih lanjut Purwanto menjelaskan bahwa Richard Waller memberikan definisi tentang supervise klinis sebagai berikut:
“Supervisi klinis adalah supervise yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”

Supervisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pengawasan utama, pengontrolan tertinggi, penyeliaan (2002:1107). Sedangkan klinis memiliki arti bersangkutan atau berdasarkan pengamatan klinik (575). John J Bolla menyimpulkan bahwa supervise klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan professional guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut (Purwanto, 2004:91). Keith Anderson dan Meredith D. Gall mengemukakan bahwa supervise klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian atau kesenjangan antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal. Secara teknik mereka mengatakan bahwa supervise klinis adalah suatu model supervise yang terdiri atas tiga fase, yaitu pertemuan perencanaan, observasi kelas, dan pertemuan balik. Dari definisi diatas John J Bolla menyimpulkan bahwa supervise klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan professional guru, khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut (Purwanto, 2004:90-91).

2)          Ciri-ciri Supervisi Klinis
Mukhtar dan Iskandar menjelaskan bahwa supervisi klinis merupakan bantuan bagi guru dalam memperbaiki dan meningkatkan keterampilan mengajarnya, dan dapat dilaksanakan untuk kepentingan calon guru dalam pendidikan pra jabatan maupun latihan dalam jabatan (2009:59) yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a)         Supervisi klinis pada prinsipnya dilaksanakan bersama dengan pengajaran mikro dan terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu pertemuan pendahuluan (pre-conference), observasi mengajar, dan pertemuan bnalikan (post-conference)
b)        Supervisi klinis merupakan suatu keperluan mutlak bagi guru maupun supervisor untuk memperoleh pengetahuan, kesadaran dan menilai tingkah laku dalam profesinya sendiri. Bagi guru berdasar kemampuannya sendiri untuk mengubah tingkah laku mengajarnya di kelas ke arah yang lebih baik dan terampil, sedangkan bagi supervisor untuk menambah pengetahuan, pengalaman serta kemampuannya dalam memberikan bimbingan.
c)         Pendekatan yang dilakukan dalam proses supervisi klinis adalah pendekatan profesional dan humanis
d)        Perbaikan dalam mengajar mengharuskan guru memperbaiki keterampilan intelektual dan bertingkah laku yang spesifik.
e)         Fungsi utama supervisor adalah untuk mengajarkan keterampilan pengajaran kepada guru
f)         Instrumen yang disusun atas dasar kesepakatan antara supervisor dengan guru
g)        Feedback yang diberikan harus secepat mungkin dan secara obyektif
h)        Dalam percakapan balik seharusnya datang dari guru terlebih dahulu.
La Sulo dalam Purwanto (2004:91) mengemukakan ciri-ciri supervise klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
i)            Bimbingan supervisor kepada guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi
j)            Jenis keterampilan yang akan disupervisi diusulkan oleh guru, disepakati melalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor
k)          Sasaran supervise hanya pada beberapa keterampilan tertentu
l)            Balikan diberikan dengan segera dan secara objektif
m)        Dalam diskusi atau pertemuan balikan, guru diminta terlebih dahullu untuk mengevaluasi penampilannya
n)          Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan dari pada memerintah atau mengarahkan
o)          Supervise berlangsung dalam suasana intim dan terbuka
p)          Supervise berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi dan diskusi atau pertemuan balikan
q)          Supervisi dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar, di pihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan
3)          Tujuan Supervisi
Tujuan supervisi adalah mengembangkan situasi belajar dan mengajar yang lebih baik. Usaha perbaikan mengajar dan mengajar ditujukan kepada pencapian tujuan akhir dari pendidikan yaitu pembentukan pribadi anak secara maksimal.
                          Situasi belajar mengajar di sekolah-sekolah yang ada sekarang ini menggambarkan suatu keadaan yang sangat kompleks. Kompleksnya keadaan  yang ada ini adalah akibat faktor-faktor obyektif yang saling mempengaruhi sehingga mengakibatkan penurunan hasil belajar. Oleh karena itu perlu adanya penyelesaian yang dilakukan untuk mengembalikan semangat dan situasi belajar mengajar yang lebih baik. (Maunah, 2009:26)
                        Secara nasional tujuan konkrit dari supervisi pendidikan adalah:
a)              Membantu guru dengan jelas dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
b)              Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid
c)              Membantu guru dalam menggunakan alat pelajaran modern, metode-metode dan sumber-sumber pengalaman belajar.
d)             Membantu guru dalam menilai kemajuan murid –murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
e)              Membantu guru-guru baru disekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya.
f)               Membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam membina sekolah. (Sahertian, 2000:25)
                     Sedangkan Piet A. Sahertian menambahkan,
a)              Membantu guru-guru agar lebih mudah mangadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber masyarakat dan seterusnya.
b)              Membina guru-guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru-guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka. (Sahertian, 2000:25)
Adapun tujuan supervisi klinis adalah untuk membantu memodifikasi pola-pola pengajaran yang tidak atau kurang efektif dan meningkatkan pengajaran guru di kelas (Acheson dan Gall, 1987) yang dapat dirinci kembali sebagaimana dibawah:
a)                  Menyediakan feedback bagi guru yang objektif dari kegiatan mengajar guru yang baru saja dijalankan.
b)                 Mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah mengajar
c)                  Membantu guru mengembangkan keterampilan dalam menggunakan strategi belajar
d)                 Sebagai dasar untuk menilai guru dalam kemajuan pendidikan, promosi jabatan atau pekerjaan mereka
e)                  Membantu guru mengembangkan sikap positif terhadap pengembangan diri secara terus-menerus dalam karir dan profesi mereka secara mandiri

4)          Fungsi Supervisi Klinis
Pemahaman umum bahwa peranan utama dari supervisi adalah ditujukan kepada perbaikan pengajaran. Franseth Jane dalam Piet A. Sahertian, berkeyakinan bahwa supervise akan dapat memberi bantuan terhadap program pendidikan melalui bermacam-macam cara sehingga kwalitas kehidupan akan diperbaiki olehnya. Ayer, Frend E, menganggap fungsi supervise untuk memelihara program pengajaran yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga ada perbaikan.
 Fungsi supervisi menurut Swearingen yang dikutip oleh Binti Maunah ada delapan sebagai berikut:
a)              Mengkoordinir semua usaha sekolah.
b)              Memperlengkapi kepala sekolah.
c)              Memperluas pengalaman guru-guru.
d)             Menstimulir usaha-usaha yang kreatif
e)              Memberikan fasilitas dan penlaian yang terus menerus.
f)               Menganalisa situasi belajar mengajar.
g)              Memberikan pengetahuan dan skill kepada setiap anggota staff, mengintegrasikan tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru. (Maunah, 2009:30)

b.          Kajian Teoritik tentang Motivasi Kerja
Motif manusia merupakan dorongan, hasrat, keinginan, dan tenaga penggerak lainnya, yang berasal dari dalam dirinya, untuk melakukan sesuatu. Motif memberi tujuan dan arah kepada tingkah laku (Sobur, 2003:267). Lebih lanjut dalam bukunya Sobur mengutip pendapat Guralnik (1979:314) bahwa motif adalah perangsang dari dalam, suatu gerak hati, dan sebagainya yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu. Adapun menurut R.S. Woodworth, motif diartikan sebagai suatu set yang dapat atau mudah menyebabkan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (berbuat sesuatu) dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (2003:267). Motivasi merupakan kemauan untuk melakukan sesuatu (Robbins, 1984). Kemauan tersebut terlihat pada usaha seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih keras berusaha daripada orang yang memiliki motivasi rendah. Namun motivasi bukanlah perilaku, melainkan proses internal yang kompleks (Huse dan Bowditch, 1973). Maslow sebagaimana dikutip Siagian mengemukakan bahwa motivasi adalah dorongan di dalam batin seseorang untuk mencapai tujuan yang timbul dari kebutuhan yang tersusun secara hierarkis, yang mendorong manusia untuk berusaha, yaitu kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidup atau kebutuhan pokok manusia; kebutuhan rasa aman; kebutuhan social yang menjadi kebutuhan akan perasaan diterima atau diakui; kebutuhan akan harga diri; dan kebutuhan aktualisasi diri. Dengan demikian, motivasi mempunyai hubungan yang erat dengan kebutuhan dan keinginan untuk melakukan perubahan. Kebutuhan tersebut mendorong individu untuk melakukan perubahan atau mencapai apa yang diinginkannya, jadi tujuan dari motivasi itu sendiri adalah untuk mengarahkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk memperoleh hasil (Nashar, 2004:14-15). Motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu (2002:756). Motivasi berasal dari kata “motive” yang mempunyai arti dorongan. Dorongan itu menyebabkan terjadinya tingkah laku atau perbuatan (Nashar, 2004:13). Selanjutnya M Nashar menjelaskan bahwa menurut Mc. Donald dalam Tabrani, Kusnidar dan Arifin menyatakan bahwa motivasi adalah suatu perbuatan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (2004:14).
Dister dalam Sobur (2003:269) memakai motif sebagai penyebab psikologis yang merupakan sumber serta tujuan dari tindakan dan perbuatan seorang manusia. Penyebab ini bersifat kausal dan sekaligus final. Dalam pandangannya, Dister menyebutkan bahwa setiap tingkah laku manusia merupakan hasil dinamika timbal balik antara tiga faktor yang memainkan peranannya dalam melahirkan tindakan manusia walaupun dalam tindakan, faktor yang satu lebih besar dari faktor yang lain. Faktor tersebut adalah sebuah gerak atau dorongan yang secara spontan dan alamiah terjadi pada manusia; ke-aku-an manusia sebagai inti pusat kepribadiannya; dan situasi manusia atau lingkungan hidupnya. Dalam suatu motif, umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan, dan unsur tujuan (Handoko, 1992:10 dalam Sobur, 2003:269). Tindakan motivasi ini akan lebih berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh mereka yang termotivasi serta sesuai dengan keinginan-keinginan yang hendak dicapainya.
Teori-teori motivasi menurut para ahli (Sobur, 2003:273-286):
1)              Teori Motivasi Dua Faktor
Frederick Herzberg (1966) dalam Sobur (2003:281) menganalisis motivasi manusia dalam organisasi dan memperkenalkan teori motivasi dua faktor. Dengan menggunakan teknik insiden kritis, Herzberg mengumpulkan data tentang kepuasan dan ketidakpuasan orang dalam pekerjaan mereka. Analisis, katanya menimbulkan dua kumpulan faktor, atau dua perangkat kegiatan yang memuaskan kebutuhan manusia, yaitu faktor yang berkaitan dengan kebutuhan kerja dan kebutuhan yang berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja disebut motivator. Ini meliputi prestasi, penghargaan, tanggung jawab, kemajuan, atau promosi, pekerjaan itu sendiri, dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Semua ini berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri. Bila faktor-faktor ini ditanggapi secara positif, seorang pekerja atau pegawai cenderung merasa puas dan termotivasi. Faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan disebut faktor pemeliharaan, atau kesehatan, dan meliputi gaji, pengawasan, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja.
2)              Teori Kebutuhan untuk Berprestasi McClelland
Menurut McClelland, kebutuhan untuk berprestasi adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif dan lebih efisien dari pada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Dalam batas tertentu, dorongan atau kebutuhan berprestasi adalah sesuatu yang ada atau dibawa sejak lahir. Namun di pihak lain, kebutuhan untuk berprestasi ternyata, dalam banyak hal adalah sesuatu yang ditumbuhkan, dikembangkan, dari hasil mempelajari melalui interaksi dengan lingkungan.
3)              Teori Harapan Vroom
Vroom (1964) mengembangkan sebuah teori motivasi berdasarkan jenis-jenis pilihan yang dibuat orang untuk mencapai suatu tujua, alih-alih berdasarkan kebutuhan internal. Teori harapan memiliki tiga asumsi pokok, yaitu harapan hasil (outcome expectancy); valensi (valence); dan harapan usaha (effort expectancy).
4)              Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai motivator membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya, Maslow mengajukan hierarki lima tingkat yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta, penghargaan, dan mewujudkan jati diri. Kemudian ia menambahkan dua kebutuhan lagi, yaitu kebutuhan untuk mengetahui  dan memahami, serta kebutuhan estetika (Ross, 1998).
5)              Teori Desakan Kebutuhan Murray
Menurut Murray, kebutuhan-kebutuhan manusia berdiri sendiri-sendiri, terpisah satu dari yang lain. Ini berarti, jika kita mengetahui kekuatan atau tingkat kepuasan satu kebutuhan, tidak berarti kita akan tahu pula mengenai kebutuhan-kebutuhan lain. Jasi, untuk mengetahui apa yang memotivasi, kita harus mengukur kekuatan semua kebutuhannya yang penting, dan bukannya hanya sekedar menentukan tingkat yang telah dicapainya dalam suatu hierarki kebutuhan.
6)              Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
Aldelfer sebagaimana dikutip Pace & Paules (1998:121-122), mengemukakan tiga kategori kebutuhan. Ketiga kebutuhan tersebut adalah eksistensi (Existence), yaitu meliputi kebutuhan fisiologis seperti rasa lapar dan haus; keterkaitan (Relatedness), menyangkut hubungan dengan orang-orang yang penting bagi seseorang seperti keluarga atau sahabat, serta pertumbuhan (Growth), yang meliputi keinginan untuk produktif dan kreatif dengan mengerahkan segenap kesungguhan dan kesanggupan.

c.           Kajian Teoritik tentang Moral Kerja
Moral jika ditinjau dari etimologi bahasa Inggris terdapat dua kata yang hampir sama, yaitu morale dan moral. Pengucapan dua kata tersebut hampir sama namun memiliki arti yang berbeda. Kata morale memiliki arti semangat, sedangkan kata moral memiliki arti kesopanan, sopan santun dan moril (Bafadal, 2003:90). Lucio dan Neil dalam Bafadal (2003:90) menjelaskan bahwa moral adalah sikap dan kebiasaan yang menunjukkan kemauan untuk berkarya dalam lingkungan sekolah atau pekerjaan. Selanjutnya, secara umum Bafadal menjelaskan bahwa moral kerja dapat diartikan sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang terwujud dalam bentuk semangat seseorang dalam kerjanya. Oleh karena moral kerja merupakan semangat kerja, maka moral kerja sangat mempengaruhi produktivitas seseorang. Seseorang dengan moral kerja tinggi kemungkinan besar akan menghasilkan sesuatu yang lebih banyak dan lebih baik. Terwujudnya produktivitas yang maksimal ini juga didorong oleh etos kerja tinggi atau semangat kerja tinggi. Etos kerja merujuk pada kualitas kepribadian pekerja yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa unsur, yaitu disiplin kerja; sikap terhadap pekerjaan; dan kebiasaan-kebiasaan bekerja (Surya, 2003:89). Dengan disiplin bekerja, seorang pekerja akan selalu bekerja dalam pola-pola yang konsisten untuk melakukan dengan baik sesuai tuntutan dan kesanggupannya. Disiplin yang dimaksud disini bukan berarti disiplin yang pasif, tetapi merupakan disiplin yang hidup, aktif, yang didasari dengan penuh pemahaman, pengertian dan keikhlasan. Sikap terhadap pekerjaan merupakan landasan yang paling berperan karena sikap mendasari arah dan intensitas unjuk kerja.
Moral kerja merupakan tuntutan internal untuk berperilaku etis dalam mewujudkan unjuk kerja yang baik dan produktif. Dengan etos kerja atau moral kerja yang kuat, diharapkan seorang pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif dan produktif dalam kondisi pribadi yang sehat dan berkembang. Perwujudan unjuk kerja ini bersumber pada kualitas kompetensi aspek kepribadian yang mencakup aspek religi, intelektual, sosial, pribadi, fisik, moral, dan lainnya. Hal ini dapat berarti bahwa mereka yang memiliki semangat kerja tinggi dan kuat akan memiliki keunggulan dalam kompetensi tersebut (Surya: 2003: 90).
Lebih lanjut Surya menjabarkan bahwa dalam aspek religi, moral kerja bersumber pada kualitas ketakwaan seseorang. Dalam hubungan ini semangat kerja ditandai dengan kualitas iman, ikhsan, ikhlas dan istiqomah. Secara intelektual, moral kerja berpangkal pada kualitas kompetensi penalaran yang dimilikinya yaitu perangkat pengetahuan yang diperlukan untuk menunjang pekerjaan dan tugasnya. Dalam aspek sosial, moral kerja ditunjukkan dengan kualitas kompetensi sosial yaitu kemampuan melakukan hubungan sosial secara efektif seperti sifat-sifat luwes, komunikatif, suka bergaul dan lainnya. Adapun secara personal, moral kerja tercermin dari kualitas diri yang sedemikian rupa dapat menunjang efektifitas dalam pekerjaan seperti sifat mampu mengenal dan memahami diri sendiri, bersikap jujur, dan sifat mulia lainnya (2003:90)
Pandangan lain tentang moral kerja adalah adanya suatu anggapan bahwa moral kerja adalah merupakan suatu semangat usaha kelompok (team effort). Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kondisi emosi seseorang. Apabila moral kerja seseorang tinggi, maka orang tersebut berada di mana kondisi emosi dan mentalnya memenuhi syaratyang dikehendaki oleh orang tersebut. Moral seseorang tidak dapat diraba,, namun dapat diketahui melalui observasi secara hati-hati bagaimana seseorang itu bertindak. Dengan demikian, untuk menemukan seberapa tinggi moral kerja seorang guru, kepala sekolah selaku administratr atau pengawas selaku supervisor pendidikan dapat mengadakan observasi terhadap bagaimana guru tersebut melaksanakan tugasnya sehari-hari dan tentunya mengetahui indicator-indikator apa yang menunjukkan bahwa guru memiliki moral kerja yang tinggi, cukup atau rendah (Bafadal, 2003:92).
Sebagian ahli seperti Jones, Salisbury dan Spencer (1969) sebagaimana dikutip Bafadal (2003:102) menegaskan bahwa ada beberapa alternative dalam hal manajerial pembinaan moral kerja guru, yaitu: menciptakan lingkungan yang merangsang dan menyenangkan; deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas; kebebasan akademik dan jiwa; serta menciptakan hubungan yang harmonis antara sesama personalia sekolah

d.          Kajian Teoritik tentang Profesionalisme Guru
Profesi guru merupakan suatu bentuk pekerjaan yang elastis dan harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan jaman. Peningkatan kualitas guru harus senantiasa dilaksanakan untuk menyesuaikan dirinya dengan perkembangan dan perubahan zaman. Guru secara profesional merupakan profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang. Namun dalam kenyataannya, masih banyak profesi keguruan yang dilakukan oleh orang diluar kependidikan, sehingga akibatnya seringkali profesi guru tidak dapat memberikan pelayanan yang maksimal kepada siswa dan masyarakat.
Guru sebagai ujung tombak pendidikan merupakan tokoh sentral yang berpengaruh dalam proses pembelajaran dalam upaya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peran guru dalam kehidupan seseorang dangat besar, karena itu perlu adanya upaya pendayagunaan dan pemberdayaan guru, yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penempatan dan mutasi guru, disamping adanya upaya penerapan sistem rekruitmen guru yang baik, peningkatan kualifikasi guru, dan promosi jabatan serta perhatian yang penuh atas kesejahteraan guru (Mukhtar dan Iskandar, 2009:135). Secara profesional, guru memiliki banyak peran, diantaranya sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, konselor, motivator, disamping peran-peran lainnya.
Secara leksikal, kata profesi mengandung berbagai makna dan pengertian. Yaitu, pertama, profesi mengungkapkan suatu kepercayaan atau bahkan suatu keyakinan, dan kedua, profesi dapat menunjukkan suatu pekerjaan tertentu (Hornby, 1962 dalam Saud, 2009:3). Dalam bahasa popular, profesionalisme dikontraskan dengan amatiran. Jadi, seseorang disebut professional jika cara kerjanya baik, cekatan, dan hasilnya memuaskan (Saud, 2009:4). Profesional, menurut Saud (2009:6), menunjuk pada dua hal, yaitu orang yang menyandang suatu profesi; serta penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaannya yang sesuai dengan profesinya. Profesionalisme menunjuk kepada komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Sudjana (1998) dalam Usman (1995:14) menyatakan bahwa kata professional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaan yang bersifat professional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak memperoleh pekerjaan lain. Glickman (1981) dalam Bafadal (2003:5) menyatakan bahwa seseorang akan bekerja secara professional bilamana seseorang tersebut memiliki kemampuan dan motivasi, lebih lanjut dikatakan bahwa seorang guru dapat dikatakan professional bilamana memiliki kemampuan tinggi dan motivasi kerja tinggi.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang didasarkan pada pendidikan intelektual khusus, yang tujuannya memberikan pelayanan dengan terampil kepada orang lain dengan mendapat imbalan tertentu. Sedangkan profesional sering diartikan sebagai suatu keterampilan teknis yang berkualitas tinggi yang dimiliki oleh seseorang. Beberapa istilah yang berkaitan dengan profesi sebagaimana disebutkan Mukhtar (2009:119-120), diantaranya:
1)                 Profesional merupakan keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoritis, profesional diasumsikan mempunyai pengetahuan teoritis yang ekstensif dan memiliki keterampilan yang berdasar pada pengetahuan tersebut dan bisa diterapkan dalam praktek
2)                 Asosiasi profesional, biasanya memiliki syarat khusus untuk menjadi anggotanya
3)                 Adanya ujian kompetensi sebelum memasuki suatu organisasi profesional
4)                 Pelatihan institusional selain ujian yang dipersyaratkan untuk mendapatkan pengalaman profesionalitasnya
5)                 Lisensi. Profesi menetapkan syarat tertentu, sehingga hanya yang memiliki lisensi yang dianggap bisa dipercaya
6)                 Profesionalitas cenderung mengendalikan kerja dalam otonomi kerja
7)                 Kode etik. Kode etik biasanya dimiliki oleh organisasi profesi
8)                 Layanan publik dan altruisme
9)                 Status dan imbalan yang tinggi.
Adapun ciri-ciri jabatan profesional guru adalah sebagai berikut:
1)                 Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual
2)                 Jabatan yang menggeluti satu batang tubuh ilmu yang khusus
3)                 Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum biasa
4)                 Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan
5)                 Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen
6)                 Jabatan yang menentukan baku atau standarnya sendiri
7)                 Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi
8)                 Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang solid dan terjalin erat
(Roestijah: 1986:43)
Roslender dalam Mukhtar dan Iskandar (2009: 134) menyebutkan bahwa terdapat lima definisi mengenai karakteristik profesionalitas ini, yaitu:
1)                 Mempunyai basis sistematik teori (keilmuan)
2)                 Dapat dijadikan jaminan pada saat praktek lapangan, dilengkapi dengan fakta-fakta lapangan yang dapat dilihat pada outputnya
3)                 Memiliki karakteristik yang dapat diidentifikasikan dan mempunyai sanksi komunitas dan institusi atas pelanggaran profesi yang dilakukan
4)                 Memiliki kode etik
5)                 Adanya ketaatan pada budaya profesi
Persayaratan Profesi guru menurut Moh Ali (1985) dalam Usman (1995:15) yaitu:
1)                 Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam
2)                 Menekankan pada suatu keahlian bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya
3)                 Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai
4)                 Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya
5)                 Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan
Sedangkan kompetensi professional guru meliputi:
1)                 Menguasai landasan kependidikan
2)                 Menguasai bahan pengajaran
3)                 Menyusun program pengajaran
4)                 Melaksanakan program pengajaran
5)                 Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan
Adapun paradigma profesionalitas guru menurut Mukhtar (2009:121) minimal memiliki kriteria:
1)                 Ahli dalam ilmunya, terampil dalam berbuat atau menerapkannya sesuai kompetensi
2)                 Alumni dari sebuah lembaga yang legal/formal
3)                 Memiliki sertifikat kualifikasi
4)                 Profesi guru sebagai sumber kehidupannya
5)                 Menjalankan profesinya dengan ikhlas sepenuh hati
              Indikator guru yang profesional menurut Acheson dan Gall (1992:23) yaitu:
1)                 Memiliki hubungan yang positif dengan siswa
2)                 Peduli terhadap emosi siswa
3)                 Memelihara disiplin kontrol
4)                 Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
5)                 Mengenal dan memperhatikan perbedaan individual
6)                 Menikmati bekerja dengan siswa
7)                 Mengupayakan keterlibatan siswa dalam belajar
8)                 Kreatif dan inovatif
9)                 Menekankan keterampilan membaca
10)             Memberi image diri siswa yang baik
11)             Aktif dalam kegiatan pengembangan profesionalitas
12)             Menguasai materi secara mendalam
13)             Fleksibel
14)             Konsisten
              Melihat prasyarat kompetensi guru yang cukup banyak diatas, fenomena yang jamak ditemui belakangan ini adalah guru terkadang belum mampu mewujudkan kinerja profesional di sekolah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya iklim pendidikan sekolah yang belum kondusif, disibukkan oleh kondisi kerja yang banyak dan beragam, sehingga waktunya banyak tersita, atau mungkin karena kurangnya pengawasan dari supervisor dari unsur pengawas sekolah/madrasah maupun kepala sekolah/madrasah.

H.        Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang akan digunakan dalam melakukan penelitian, sehingga proses penelitian menjadi lancar dan sesuai dengan tujuan penelitian. Menurut pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Malang (2000:24), ”Metode penelitian memuat uraian tentang metode dan langkah-langkah penelitian secara operasional”. Sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1989:4), riset dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menentukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.
1.          Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dimana menurut Borg dan Gall (1989) dalam Sugiyono (2008:7) bahwa penelitian kuantitatif disebut sebagai metode tradisional, positivistik, scientific, confirmatory. Metode kuantitatif digunakan karena sesuai dengan topik permasalahan yang memiliki populasi yang luas, dengan permasalahan yang sudah jelas, teramati, terukur, dan dimaksudkan untuk menguji hipotesis, dan menggunakan data penelitian berupa angka-angka dan analisa statistik.

2.          Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis
Adapun kerangka konseptual penelitian ini adalah:



 









a.           Hipotesis 1: Supervisi Klinis Terhadap Motivasi Kerja Guru
Supervisi dan kepengawasan mempengaruhi motivasi kerja guru. Artinya, motivasi seseorang akan meningkat ketika pengawasan dan supervise dilakukan secara intensif. Sobur (2003,: 267) menyatakan faktor-faktor yang berkaitan dengan ketidakpuasan seorang pekerja atau pegawai disebut faktor pemeliharaan, atau kesehatan, dan meliputi gaji, pengawasan, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, dan hubungan antar pribadi dengan rekan kerja.  Dalam Jurnal Ilmiah Caswa (2008) menyatakan bahwa “terdapat pengaruh positif antara Supervisi terhadap motivasi kerja guru”
b.          Hipotesis 2: Supervisi Klinis Terhadap Moral Kerja  Guru
Pada dasarnya, moral kerja dipengaruhi beragam factor, salah satunya melalui pembinaan manajerial anggota sekolah terutama guru melalui kegiatan pengawasan. Jones, Salisbury dan Spencer (1969) sebagaimana dikutip Bafadal (2003:102) menegaskan bahwa ada beberapa alternative dalam hal manajerial pembinaan moral kerja guru, yaitu: menciptakan lingkungan yang merangsang dan menyenangkan; deskripsi tugas dan tanggung jawab yang jelas; kebebasan akademik dan jiwa; serta menciptakan hubungan yang harmonis antara sesame personalia sekolah.
c.           Hipotesis 3: Supervisi Klinis Terhadap Profesionalisme  Guru
Tujuan supervisi antara lain dari pendapat .Arikunto  (2004:40) bahwa supervisi pendidikan ialah pembinaan yang diberikan kepada seluruh sekolah mengembangkan situasi belajar mengajar dengan baik. bahwa tujuan supervise pendidikan pada zaman ini ialah mengetahui situasi untuk mengukur tingkat perkembangan kegiatan sekolah dalam usahanya mencapai tujuan. Atau dengan kata lain, tujuan supervisi ialah baik, yaitu untuk pengukuranm kemajuan sekolah. agar mereka dapat meningkatkan kinerjanya terutama melalui profesionalisme guru.
d.          Hipotesis 4: Motivasi Kerja Terhadap Moral Kerja Guru
Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kondisi emosi seseorang. Apabila moral kerja seseorang tinggi, maka orang tersebut berada di mana kondisi emosi dan mentalnya memenuhi syarat yang dikehendaki oleh orang tersebut (Bafadal, 2003:92)..  unsur pokok yang terdapat dalam motivasi, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan, dan unsur tujuan (Handoko, 1992:10 dalam Sobur, 2003:269). Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
e.           Hipotesis 5: Motivasi Kerja Terhadap Profesionalisme Guru
Listyanto dan Setiaji (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat pengaruh motivasi, disiplin kerja dan kepuasan terhadap kinerja karyawan.  McCormick dalam Mangkunegara (2000), menyatakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.
f.           Hipotesis 6: Moral Kerja Terhadap Profesionalisme  Guru
Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kondisi emosi seseorang. Apabila moral kerja seseorang tinggi, maka orang tersebut berada di mana kondisi emosi dan mentalnya memenuhi syarat yang dikehendaki oleh orang tersebut.(Bafadal, 2003:92)

3.          Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:80).  Populasi dalam penelitian ini menggunakan Simple Random sampling karena pengambilan anggota sampel dalam populasi dilakukan secara acak karena anggota populasi yang  homogen (Sugiyono, 2008:82).  Besarnya jumlah sampel penelitian didasarkan dari Isaac dan Michael untuk tingkat kesalahan sebesar 10% (Sugiyono, 2008: 87).
Populasi dalam penelitian ini adalah guru Madrasah Tsanawiyah di kabupaten Bondowoso, yaitu terdiri dari 2 Madrasah Tsanawiyah Negeri yaitu MTsN Bondowoso I dan MTsN Bondowoso 2 dan 3 Madrasah Tsanawiyah swasta, yaitu Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari , Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso, dan Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan, yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS)  maupun bukan PNS. Dan dengan jumlah guru sebanyak  127 orang.
Adapun alasan peneliti memilih guru MTs tersebut sebagai responden adalah:
1.          Madrasah Tsanawiyah Negeri merupakan tolok ukur MTs diseluruh kabupaten Bondowoso
2.          Madrasah Tsanawiyah Negeri berada pada lokasi strategis sehingga para guru mudah mendapat informasi terkini khususnya dalam dunia pendidikan
3.          Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari, Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso dan Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan merupakan Madrasah Tsanawiyah dengan jumlah siswa dan gedung yang memadai
4.          Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari, Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso dan Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan merupakan madrasah yang terletak pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau oleh pengawas sehingga diharapkan kegiatan supervisi lebih intensif dilaksanakan
Adapun rincian jumlah guru pada Madrasah Tsanawiyah tersebut adalah:
No
Madrasah
Jumlah guru PNS
Jumlah guru Non PNS
1
Madrasah Tsanawiyah Negeri Bondowoso I
27
2
2
Madrasah Tsanawiyah Negeri Bondowoso II
29
10
3
Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum Wonosari
1
18
4
Madrasah Tsanawiyah Al Ishlah Grujugan
3
18
5
Madrasah Tsanawiyah At Taqwa Bondowoso
2
11

4.          Teknik Pengumpulan Data
Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitan pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan realibilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data (Sugiyono, 2008:137).  Adapun dalam penelitian ini, pengumpulan data  dilakukan dengan metode  kuisioner berdasarkan beberapa alasan, yaitu: responden memiliki waktu yang cukup untuk menjawab beberapa pertanyaan; responden menghadapi pertanyaan yang sama dengan susunan dan cara pengisian yang sama pula; responden memiliki kebebasan memberikan jawaban; dan dapat mengumpulkan data dan keterangan dari banyak responden dalam waktu yang tepat.
Kuisioner merupakan teknik  pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan kepada responden untuk dijawab Kuisioner cocok dilakukan karena jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang cukup luas (Sugiyono, 2008:142).
Di bawah ini ditampilkan rangkuman variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, berikut indikator masing-masing variabel yang akan menjadi acuan dalam penyusunan pernyataan-pernyataan kuisioner. Pengembangan indikator untuk setiap variabel dibutuhkan mengingat variabel-variabel tersebut merupakan variabel laten yang tidak dapat diukur secar alangsung.  Indikator-indikator dikembangkan berdasar kepada teori-teori pendukung dan hasil penelitian empiris.
Variabel                
Indikator
Supervisi klinis (X)
Pengawas madrasah sering hadir ke sekolah
Pengawas madrasah sering mengamati proses belajar mengajar
Pengawas sekolah terbuka dan mau menerima keluh kesah guru
Kepala madrasah dan pengawas banyak membantu dalam pengembangan guru
Pengawasan madrasah lebih bersifat bimbingan, bukan perintah atau instruksi
Pengawas banyak membantu dalam penggunaan alat pendidikan
Pengawas banyak membantu dalam mengatasi masalah pengajaran yang dilakukan guru
Pengawas tanggap terhadap kelemahan yang terjadi dalam proses pengajaran
Pengawas sekolah dapat memberikan pemecahan dan penyelesaian masalah pengajaran
Pengawas memberi kesempatan guru untuk mengevaluasi penampilan mengajarnya sendiri
Pengawasan dan bimbingan yang diberikan memberi dampak positif bagi pengembangan potensi guru
Pengawas banyak berdiskusi (sharing) dengan guru
Motivasi
(Y1)
Meyakini bahwa bekerja merupakan bagian dari ibadah
Meyakini bahwa Allah menyediakan pahala dan ganjaran yang baik atas kinerja yang baik pula
Memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan
Memiliki hubungan yang baik dengan teman sekerja
Honor/gaji yang diterima dapat mendorong dalam bekerja
Bekerja karena keinginan pribadi
Tempat bekerja aman dan nyaman
Sekolah/madrasah memberi kesempatan  yang sama untuk berprestasi
Sekolah/lembaga memberi kesempatan yang sama untuk menaikkan jenjang karir
Memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
Moral kerja
(Y2)
Selalu datang dan pulang tepat waktu
Kondisi dan situasi tempat mengajar tenang dan tidak menimbulkan stres
Pembagian tugas di tempat kerja sangat jelas
Tidak pernah menunda pekerjaan
Selalu senang mengajar
Mampu menyelesaikan tugas tambahan di sekolah
Selalu mengerjakan tugas dengan penuh kesadaran dan tangung jawab
Selalu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk melaksanakan pekerjaan
Profesionalisme
(Z)
Guru merupakan pekerjaan utama (bukan sampingan)
Selalu menjaga kebersihan dan kerapian diri dan lingkungan kerja
Mengajar pelajaran yang sesuai jenjang pendidikan yang telah ditempuh
Bangga dengan pekerjaan ini
Menyadari pentingnya ilmu pengetahuan yang diajarkan
Sangat menguasai materi pengajaran yang diajarkan
Selalu mempersiapkan materi dan persiapan lain dengan matang sebelum mengajar
Selalu mengevaluasi kinerja diri sendiri
Selalu memperbaiki kinerja jika dianggap masih kurang baik
Instrumen untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah kuisioner yang disusun berdasarkan kisi-kisi teoritis dalam bentuk Skala Likert. Skala Likert  digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelomp ok orang tentang kejadian atau gejala sosial (Ridwan, 2004: 86). Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata berikut:
a.           Sangat Setuju (SS) diberi skor 5,
b.          Setuju (S) diberi skor 4,
c.           Ragu-ragu (R) diberi skor 3,
d.          Tidak Setuju (TS) diberi skor 2
e.           Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1
5.          Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis  multivariate (multivariate analysis). Analisis multivariate merupakan salah satu jenis analisis statistic yang digunakan untuk menganalisis data yang terdiri dari banyak variable baik variable bebas (independent variables) maupun tak bebas (dependent variables) (Wijaya, 2010:4). Dalam multivariate disini digunakan teknik analisis regresi linear berganda, yaitu metode analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau lebih variable bebas terhadap satu variable tergantung dengan skala interval. Adapun teknik pengujian hipotesisnya menggunakan teknik analisis Path. Menurut Dillon dan Goldstein (1984), Path analysis adalah pengembangan dari model regresi yang digunakan untuk menguji bentuk hubungan sebab akibat atau kausal dari model tersebut. Dengan analisis Path, dapat diestimasi koefisien-koefisien beberapa persamaan structural linear yang mempunyai hubungan sebab akibat seperti yang sudah dihipotesiskan. Dalam penelitian ini terdapat enam hipotesis asosiatif, yang terdiri atas tiga korelasi sederhana (hubungan antara satu variable independent dan satu dependen), dua korelasi ganda (hubungan antara dua variable independent dengan dua variable dependen) dan satu korelasi parsial (korelasi yang variabelnya dikendalikan). Hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Hipotesis 1 :  Terdapat Pengaruh Supervisi Klinis Terhadap Motivasi Kerja Guru
Hipotesis 2 :  Terdapat Pengaruh  Supervisi Klinis Terhadap Moral Kerja  Guru
Hipotesis 3 :  Terdapat Pengaruh Supervisi Klinis Terhadap Profesionalisme  Guru
Hipotesis 4 :  Terdapat Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Moral Kerja Guru
Hipotesis 5 :  Terdapat Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Profesionalisme Guru
Hipotesis 6 :  Terdapat Pengaruh Moral Kerja Terhadap Profesionalisme  Guru
a.           Uji Validitas
Untuk  mendapatkan hasil penelitian yang valid, maka diperlukan instrument yang valid pula. Instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mengukur data tersebut valid. Valid berarti instrument tersebut dapat dighunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2008:121). Pengujian seluruh butir instrument dalam satu variable dapat juga dilakukan dengan mencari daya pembeda skor tiap item dari kelompok yang memberikan jawaban tinggi dan jawaban rendah. Dalam hal ini, Masrun (1979) menyatakan bahwa analisis untuk mengetahui daya pembeda, sering juga dinamakan analisis untuk menguji validitas item. Pengujian analisis daya pembeda dapat menggunakan t-test sebagai berikut


 




(n1-1)s12 + (n2-1)s22
sgab =
(n1 + n2) - 2
 
Dimana



 



nilai t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai t table. Adapun pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
-      interval koefisien antara 0,00 – 0,199 berarti tingkat hubungan sangat rendah
-      interval koefisien antara 0,20 – 0,399 berarti tingkat hubungan rendah
-      interval koefisien antara 0,40 – 0,599 berarti tingkat hubungan sedang
-      interval koefisien antara 0,60 – 0,799 berarti tingkat hubungan kuat
-      interval koefisien antara 0,80 – 1,000 berarti tingkat hubungan sangat kuat
(Sugiyono, 2008: 184)

b.          Uji Realibilitas
Realibilitas kuisioner diuji dengan menggunakan koefisien construc’s realibility yang perhitungannya akan dilakukan secara otomatis oleh program AMOS 16.00. criteria penilaiannya yaitu jika besar koefisien ini berkisar antara nol hingga satu, sehingga makin besar koefisien ini maka makin besar keandalan alat ukur yang digunakan. Nilai yang  mendekati satu menunjukkan tingkat konsistensi yang tinggi


 




                Standarized loading diperoleh langsung dari standart loading untuk tiap-tiap indicator. Єj adalah measurement error = 1-(standardized loading)2. Teknik ini menggunakan criteria:

No
Interval construct’s realibility
Kriteria
1
<0,200
Sangat rendah
2
0,200 – 0,399
Rendah
3
0,400 – 0,599
Cukup
4
0,600 – 0,799
Tinggi
                (Arikunto, 1993:56)

c.           Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi bertujuan menganalisis besarnya pengaruh variable independent terhadap variable dependent. Regresi linier dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu regresi linier sederhana dan regresi linier berganda. Disebut regresi linier sederhana jika variable bebasnya hanya satu saja, dan disebut regresi linier bergandajika variable bebasnya lebih dari satu (Wijaya, 2010: 25). Komputasi umum regresi sebagai berikut:
Y = a + bX
Sedangkan komputasi regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + bnXn.,,,
Keterangan:
Y                 = Variabel terikat (dependent)
a                  = Konstanta
b1,2,n          = Koefisien regresi variable bebas
X1,2,n         = Variabel bebas (independent)
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh antara variable bebas, yaitu supervise klinis terhadap motivasi kerja, moral kerja, dan profesionalisme guru, maka dapat digunakan analisis jalur yang diuraikan dalam persamaan structural berikut:
Z = a + b1Y1 + b2Y2
Y = a + b1X
Y1 = a + b2Y2
Adapun alat analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan program SPSS sehingga dapat diketahui nilai parameter dari masing-masih variable diatas.

d.          Menghitung total pengaruh pada jalur
Perhitungan jalur tentang pengaruh setiap variable X terhadap Y yang menggunakan regresi dengan variable yang distandarisasi. Sebelum menguji ada tidaknya pengaruh tersebut, masing-masing jalur diuji signifikansinya terlebih dahulu. Apabila ditemukan jalur yang tidak signifikan, maka diberlakukan trimming theory atau dengan menghilangkan atau menghapus jalur yang tidak signifikan (Solimun, 2002). Hasil dari struktur yang baru tersebut dihitung kembali masing-masing koefisien jalurnya (path coefficient). Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung serta pengaruh totalnya. Perhitungannya sebagai berikut:
Menghitung pengaruh langsung (Direct effect atau DE)
a.       Pengaruh variable Supervisi Klinis Terhadap Motivasi Kerja Guru
DE xy1 : X           Y1
b.      Pengaruh  variable Supervisi Klinis Terhadap Moral Kerja Guru
DE xy2 : X           Y2
c.       Pengaruh variable Supervisi Klinis Terhadap Profesionalisme  Guru
DE xz : X             Z
d.      Pengaruh variable Motivasi Kerja Terhadap Moral Kerja Guru
DE y1y2 : Y1           Y1
e.       Pengaruh variable Motivasi Kerja Terhadap Profesionalisme Guru
DE zy1 : Y1         Z
f.       Pengaruh variable Moral Kerja Terhadap Profesionalisme  Guru
DE zy2 : Y2         Z

I.           Sistematika Pembahasan
Dalam Bab I  penelitian ini akan dijelaskan latar belakang  penelitian serta focus masalah yang akan diteliti,  manfaat dan tujuan penelitian.  Dilanjutkan pada Bab II yang  berisi Landasan teori, kajian kepustakaan, kerangka berfikir, pengajuan hipotesis dan teknik analisa data. Bab III penelitian ini akan berisi paparan data dan temuan penelitian serta pembahasan, dan kemudian akan ditutup dengan Bab IV berupa kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Duhou, Ibtisam. 2002. School Based Management. Ciputat: Logos Wacana Ilmu

Azhari, Ahmad. 2004. Supervisi Rencana Program Pembelajaran. Jakarta: Rian Putra

Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru SD.  Jakarta: Bumi Aksara

Departemen Agama RI. 2005. Kepengawasan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Mapendais

___________________. 2003. Himpunan Peraturan tentang Kepegawaian. Jakarta: Biro Kepegawaian Sekjen Depag RI

___________________. 2004 Pedoman Rekruitmen Calon Pengawas. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam

___________________. 2004 Pedoman Angka Kredit Pengawas Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam

___________________. 2004. Penilaian Angka Kredit Jabatan Guru. Jakarta: Biro Kepegawaian Sekjen Depag RI

___________________. 2005. Profil Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Bagian Data dan Informasi Pendidikan Direktorat Jenderal Kelembagaan Islam

___________________. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Biro Kepegawaian Sekjen Depag RI

___________________. 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam

Gerungan, WA.1986. Psikologi Sosial. Bandung: PT Eresco

Hartani, AL. 2011. Manajemen Pendidikan. Jember: Laksbang Pressindo

Kartono ST. 2009.  Sekolah Bukan Pasar. Jakarta: Kompas Penerbit Buku

Kartini Kartono & Dali Gulo. 1987. Kamus Psikologi.  Bnadng: Pioner Jaya


Kementerian Agama RI. 2010. Wawasan Pendidikan Karakter Dalam Islam.  Jakarta: Direktorat Jenderal Mapendais

Mukhtar & Iskandar. 2009. Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada Press

Nashar. 2004.  Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press

Peraturan Menteri Agama Ri Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengawas Madrasah dan Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah. Jakarta

Purwanto, Ngalim. 2004.  Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusaka

Raynolds, Larry J. 2005.  Kiat Sukses Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Diva Pustaka

Rozzaid, Yusron. 2010. Pelatihan SPSS dan AMOS, Konsep dan Praktek. Jember:Universitas Muhammadiyah

Saud, Udin Saefudin. 2008. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaska Setia

Solimun. 2002. Metode Kualitatif untuk Bisnis. Graha Ilmu: Yogyakarta

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R & D. Bandung: Alfabeta

_______. 2012. Statistika untuk Penelitian ed. 17. Bandung: Alfabeta

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya

Surya, Mohammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Semarang: CV Aneka Ilmu

Suryabrata, Sumadi. 2001.Psikologi Pendidikan .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada


Thaib, Amin; Siregar, Sahrul & Noer, Hasan M. 2005. Standar Supervisi dan Evaluasi Pendidikan pada Madrasah Aliyah. Jakarta: Ditmapenda

Thoha, Chabib. 1996. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tholhah, Imam. 2007. Pedoman Pengawas Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta: Departemen Agama RI

Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus Media

Usman, Moh. Uzer. 1995.  Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Wijaya, Toni. 2010. Analisis Multivariat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta





KUISIONER PENELITIAN

Kepada
Yth. Bapak/Ibu Guru
Madrasah Tsanawiyah
Di Bondowoso

            Assalamu’alaikum Wr. Wb
            Dengan hormat,
            Sebelumnya, kami mengucapkan terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner penelitian ini. Data yang Bapak/Ibu berikan akan digunakan dalam rangka penulisan tesis kami dengan judul SUPERVISI KLINIS DAN PENGARUHNYA TERHADAP MOTIVASI KERJA, MORAL KERJA, DAN PROFESIONALISME GURU: STUDI PADA GURU MADRASAH TSANAWIYAH DI BONDOWOSO.
            Kami akan sangat berterima kasih apabila Bapak/Ibu Guru berkenan mengisi daftar pertanyaan dibawah. Mohon Bapak/Ibu mempertimbangkan jawaban atas dasar pengalaman dan sesuai dengan apa yang dialami dan dirasakan dalam menjalankan aktivitas di sekolah. Jawaban dan penilaian yang objektif sangat kami harapkan. Kerahasiaan isi kuisioner dan data Bapak/Ibu akan dijaga kerahasiaannya sesuai standar profesionalitas dan etika penelitian.
Atas partisipasi Bapak/Ibu Guru, kami sampaikan banyak terima kasih dan kami sangat menghargai kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuisioner ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

                                                                        Bondowoso,     Maret 2012
                                                                        Hormat Kami,


                                                                        Kholifah Nurisa Ariyanto

IDENTITAS RESPONDEN:
Jenis Kelamin                    : L/P (coret yang tidak perlu)
Usia                                   :…………
Pendidikan terakhir           :…………
Masa Kerja                        :…………

PETUNJUK PENGISIAN ANGKET:

1.      Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu Guru untuk menjawab seluruh pertanyaan yang disediakan
2.      Jawaban diberi tanda centang (√) pada salah satu dari lima alternative jawaban yang ada
3.      Tidak ada jawaban yang benar maupun salah
4.      Lima alternative jawaban tersebut adalah:
Sangat Setuju (SS)
Setuju (S)
Ragu-ragu (RR)
Tidak Setuju (TS)
Sangat Tidak Setuju (STS)









1.          Supervisi Klinis

No
Pernyataan/pertanyaan
SS
S
RR
TS
STS
1
Pengawas madrasah sering hadir ke sekolah





2
Pengawas madrasah sering mengamati proses belajar mengajar





3
Pengawas sekolah terbuka dan mau menerima keluh kesah guru





4
Kepala madrasah dan pengawas banyak membantu dalam pengembangan guru





5
Pengawasan madrasah lebih bersifat bimbingan, bukan perintah atau instruksi





6
Pengawas banyak membantu dalam penggunaan alat pendidikan





7
Pengawas banyak membantu dalam mengatasi masalah pengajaran yang dilakukan guru





8
Pengawas tanggap terhadap kelemahan yang terjadi dalam proses pengajaran





9
Pengawas sekolah dapat memberikan pemecahan dan penyelesaian masalah pengajaran





10
Pengawas memberi kesempatan guru untuk mengevaluasi penampilan mengajarnya sendiri





11
Pengawasan dan bimbingan yang diberikan memberi dampak positif bagi pengembangan potensi guru





12
Pengawas banyak berdiskusi (sharing) dengan guru









2.          Motivasi

No
Pernyataan/pertanyaan
SS
S
RR
TS
STS
1
Saya meyakini bahwa bekerja merupakan bagian dari ibadah





2
Saya meyakini bahwa Allah menyediakan pahala dan ganjaran yang baik atas kinerja yang baik pula





3
Saya memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan mendapat dukungan





4
Saya memiliki hubungan yang baik dengan teman sekerja





5
Honor/gaji yang diterima dapat mendorong  saya dalam bekerja





6
Saya bekerja karena keinginan pribadi





7
Tempat bekerja saya aman dan nyaman





8
Sekolah/madrasah memberi kesempatan  yang sama bagi saya untuk berprestasi





9
Sekolah/lembaga memberi kesempatan yang sama untuk menaikkan jenjang karir





10
Saya memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan







3.          Moral kerja

No
Pernyataan/pertanyaan
SS
S
RR
TS
STS
1
Saya selalu datang dan pulang tepat waktu





2
Kondisi dan situasi tempat mengajar saya tenang dan tidak menimbulkan stres





3
Pembagian tugas di tempat kerja saya sangat jelas





4
Saya tidak pernah menunda pekerjaan





5
Saya selalu senang mengajar





6
Saya mampu menyelesaikan tugas tambahan di sekolah





7
Saya melalu mengerjakan tugas dengan penuh kesadaran dan tangung jawab





8
Saya selalu memanfaatkan waktu seoptimal mungkin untuk melaksanakan pekerjaan







4.          Profesionalisme

No
Pernyataan/pertanyaan
SS
S
RR
TS
STS
1
Guru merupakan pekerjaan utama saya (bukan sampingan)





2
Saya selalu menjaga kebersihan dan kerapian diri dan lingkungan kerja





3
Saya mengajar pelajaran yang sesuai jenjang pendidikan yang telah saya tempuh





4
Saya bangga dengan pekerjaan ini





5
Saya menyadari pentingnya ilmu pengetahuan yang diajarkan





6
Saya sangat menguasai materi pengajaran yang diajarkan





7
Saya selalu mempersiapkan materi dan persiapan lain dengan matang sebelum mengajar





8
Saya selalu mengevaluasi kinerja diri sendiri





9
Saya selalu memperbaiki kinerja jika dianggap masih kurang baik









Tidak ada komentar:

Posting Komentar