KATA PENGANTAR
Pembiayaan pendidikan sebagai sebuah kajian
sekiranya tidak dapat dipahami secara komprehensif tanpa mengkaji konsep-konsep
yang mendasarinya. Ada anggapan bahwa membicarakan pembiayaan pendidikan tidak
lepas dari persoalan” ekonomi pendidikan.”Bahkan secara tegas Mark Blaugh
(1970)mengemukakan bahwa “the ya pembiayaan pendidikan economic of education is
abranch of economics” Jadi dapat dikatakan menurut pandangan ini bahwa pada
dasarnya pembiayaan pendidikan merupakan bagian atau cabang dari ilmu ekonomi.
Sebab, pembiayaan pendidikan menurut Blaugh sebagai the costing and financing
of school places, yaitu bagian dari
permasalahan ekonomi pendidikan. Pada bagian lain Mark Blaugh(1970)
mengemukakan, “The economic of education is only apart of the story of any
educational issue”. Menurut pandangan ini
mengkaji ilmu ekonomi pendidikan maupun pembiayaan pendidikan hanya
merupakan salah satu isu penting dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu,
M.Blauhg menyarankan agar dalam mengkaji ilmu ekonomi dan pembiayaan pendidikan
lebih mendalam, harus didukung dengan pengkajian-pengkajian disiplin ilmu yang
terkait, khususnya yang terkait dengan pembangunan pengelolaan dan pengembangan
satuan pendidikan, seperti sekolah,Madrasah, pondok pesantren dan perguruan
tinggi.
John dan Morphet (1970:85) mengemukakan bahwa
pendidikan mempunyai peranan vital terhadap ekonomi dan Negara modern.
Bahkan,dikemukakan bahwa hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan
pendidikan merupakan a major contributor (kontribusi terbesar)terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Dari pandangan-pandangan atau
pertimbangan-pertimbangan tersebut, dapat diambil benang merah bahwa dalam
membahas pembiayaan pendidikan, perlu memerhatikan konsep-konsep ekonomi yang
telah ada. Konsep-konsep ekonomi tersebut digunakan agar prinsip ekonomi dalam
hal pembiayaan pendidikan tidak diabaikan.
Disamping perlunnya membahas
konsep-konsep ekonomi yang perlu dipertimbangkan dalam pembiayaan pendidikan
maka hendaknya didingat untuk mengkaji konsep-konsep pendidikan yang secara
langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan masalah pembiayaan
pendidikan. Konsep-konsep pendidikan tersebut diperlukan dalam mengkaji untuk
apa pendidikan dilaksanakan dan bentuk pendidikan yang bagaimanakah yang akan
dilaksanakan dan memerlukan biaya.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembiayaan pendidikan pada dasarnya adalah menitik
beratkan upaya pendistribusian benefit pendidikan dan beban yang harus
ditanggung masyarakat. Biaya secara sederhana adalah sejumlah nilai uang yang
dibelanjakan atau jasa pelayanan yang diserahkan pada siswa. Pembiayaan
pendidikan berhubungan dengan distribusi beban pajak dalam berbagai jenis
pajak. Kelompok manusia serta metode pengalihan pajak ke Madrasah. Hal yang
penting dalam pembiayaan pendidikan adalah berupa berupa besar uang yang harus
di belanjakan darimana sumber uang diperoleh dan kepada siapa uang harus
dibelanjakan
Madrasah adalah sebuah aktifitas besar yang di
dalamnya ada empat komponen yang saling berkaitan. Empat komponen yang di
maksud adalah Staf Tata laksana Administrasi, Staf Teknis pendidikan didalamnya
ada Kepala Madrasah dan Guru, Komite Madrasah sebagai badan independent yang
membantu terlaksananya operasional pendidikan, dan siswa sebagai pesertadidik
yang bisa di tempatkan sebagai konsumen dengan tingkat pelayananyang harus
memadai. Hubungan keempatnya harus sinergis, karena keberlangsungan operasioal
Madrasah terbentuknya dari hubungan “simbiosis mutualis” keempat komponen
tersebut karena kebutuhan akan pendidikan demikian tinggi, tentulah harus
dihadapi dengan kesiapan yang optimal semata-mata demi kebutuhan anak didik.
Salah satu unsur yang penting dimiliki oleh suatu
Madrasah agar menjadi sekolah yang dapat mencetak anak didik yang baik adalah
dari segi keuangan. Manajemen pembiayaan Madrasah sangat penting hubungannya dalam pelaksanaan
kegiatan Madrasah.
Ada beragam sumber dana yang dimiliki oleh suatu
Madrasah, baik dari pemerintah maupun pihak lain. Ketika dana masyarakat atau
dana pihak ketiga lainnya mengalir masuk, harus dipersiapkan sistem pengelolaan
keuangan yang professional dan jujur. Pengelolaan keuangan secara umum
sebenarnya telah dilakukan dengan baik oleh semua Madrasah. Hanya kadar
substansi pelaksanaanya yang beragam antara Madrasah yang satu dengan yang
lainnya. Adanya keragaman ini bergantung kepada besar kecilnya tiap Madrasah,
letak Madrasah dan julukan Madrasah. Pada Madrasah - Madrasah biasa yang daya
dukung masyarakatnya masih tergolong rendah, pengelolaan keuangannya pun masih
sederhana. Sedangkan, pada Madrasah - Madrasah biasa yang daya dukung
masyarakatnya besar, bahkan mungkin sangat besar, tentu saja pengelolaan
keuangannya cenderung menjadi lebih rumit. Kecenderungan ini dilakukan karena
Madrasah harus mampu menampung berbagai kegiatan yang semakin banyak dituntut
oleh masyarakatnya.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi
permasalahan dan diungkapkan dalam makalah ini adalah :
a.
Bagaimanakan
Manajemen Pembiayaan di MI/SD yang Baik?
b.Bagaimanakah
pengelolaan Pembiayaan di MI/SD yang baik?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
a.
Untuk
mengetahui manajemen pembiayaan di Madrasah .
b.
Untuk
mengetahui bagaimana pengelolaan manajemen pembiayaan Madrasah di MIN dan
Sekolah yang sederajat.
BAB II
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PADA MI/SD
A.
Pengertian
Manajemen Pembiayaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia manajemen
artinya penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Manajemen pembiayaan
pendidikan adalah sumber daya yang diterima yang akan dipergunakan untuk
penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pembiayaan dimaksudkan sebagai suatu
manajemen terhadap fungsi-fungsi keuangan.
Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu
tahun. (PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1ayat
10). Pembiayaan pendidikan terdiri atas:
a. Biaya investasi
b. Biaya operasi
c. Biaya personal.
Menurut
Jones (1985), manajemen keuangan meliputi:
1.
Perencanaan
financial, yaitu kegiatan mengkoordinir semua sumber daya yang tersedia untuk
mencapai sasaran yang diinginkan secara sistematik tanpa efek samping yang
merugikan.
2.
Pelaksanaan
(implenmentation involves accounting), yaitu kegiatan berdasarkan rencana yang
telah dibuat.
3.
Evaluasi,
yaitu proses penilaian terhadap pencapaian tujuan.
Menurut Levin (1987) pembiayaan sekolah adalah
proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk
memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah di berbagai wilayah geografis
dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Pembiayaan sekolah ini berkaitan
dengan bidang politik pendidikan dan program pembiayaan pemerintah serta
administrasi sekolah. Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pembiayaan
sekolah, yakni school revenues, school expenditures, capital dan current cost.
Dalam pembiayaan Madrasah tidak ada pendekatan tunggal dan yang paling baik
untuk pembiayaan semua Madrasah karena kondisi tiap Madrasah berbeda.
Setiap
kebijakan dalam pembiayaan Madrasah akan mempengaruhi bagaimana sumber daya
diperoleh dan dialokasikan. Dengan mengkaji berbagai peraturan dan kebijakan
yang berbeda-beda di sektor pendidikan, kita bisa melihat konsekuensinya
terhadap pembiayaan pendidikan, yakni:
Keputusan
tentang siapa yang akan dididik dan seberapa banyak jasa pendidikan dapat
disediakan,Keputusan tentang bagaimana mereka akan dididik,Keputusan tentang
siapa yang akan membayar biaya pendidikan,Keputusan tentang sistem pemerintahan
seperti apa yang paling sesuai untuk mendukung pembiayaan Madrasah
Menurut J. Wiseman (1987) terdapat tiga aspek yang
perlu dikaji dalam melihat apakah pemerintahan perlu terlibat dalam masalah
pembiayaan pendidikan:
1.
Kebutuhan
dan ketersediaan pendidikan terkait dengan sektor pendidikan dapat dianggap
sebagai salah satu alat perdagangan dan kebutuhan akan investasi dalam
sumberdaya manusia/human capital
2.
Pembiayaan
pendidikan terkait dengan hak orang tua dan murid untuk memilih menyekolahkan
anaknya ke pendidikan yang akan berdampak pada social benefit secara
keseluruhan
3.
Pengaruh
faktor politik dan ekonomi terhadap sektor pendidikan
B.
Landasan
Hukum
Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara
Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan; setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang; negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; pemerintah memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional lebih lanjut telah mengatur beberapa pasal yang menjelaskan pendanaan
pendidikan yaitu pada Pasal 11 Ayat 2 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun. Lebih lanjut pada Pasal 12,
Ayat (1) disebutkan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orangtuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya dan mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang
orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikannya. Di samping itu disebutkan pula
bahwa setiap peserta didik berkewajiban ikut menanggung biaya penyelenggaraan
pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pada Bab VIII Wajib Belajar Pasal 34 menyatakan
bahwa setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program
wajib belajar; Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, wajib
belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga
pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Ketentuan mengenai
wajib belajar sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan PP. Pendanaan Pendidikan menjadi tanggungjawab bersama
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Sumber pendanaan
pendidikan ditentukan berdasarkan prinsip keadilan, kecukupan, dan
keberlanjutan. Pengelolaan dana pendidikan dilakukan berdasarkan pada prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Secara khusus disebutkan bahwa dana pendidikan
selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%
dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD. Gaji guru dan dosen
yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN dan APBD.
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan berbasis
masyarakat adalah dengan berperan serta dalam pengembangan, pelaksanaan
kurikulum, dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanaannya sesuai
dengan standar nasional pendidikan. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis
masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat
memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan
merata dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 13
menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran
untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam
jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai
anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik diatur
dengan PP
Pada Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan terdapat kerancuan antara Bab I Pasal 1 Ayat (10) dan Bab
IX Pasal 62 Ayat (1) s/d (5) tentang ruang lingkup standar pembiayaan.
Ketentuan Umum tentang Standar Pembiayaan pada Pasal 1 tampak lebih sempit dari
Pasal 62 yaitu standar pembiayaan pada Pasal 1 adalah mencakup standar yang
mengatur komponen dan besarnya “biaya operasi” satuan pendidikan yang berlaku
selama satu tahun. Pada Pasal 62 mencakup “biaya investasi, biaya operasi dan
biaya personal”. Pada Bab IX: Standar Pembiayaan, Pasal 62 disebutkan bahwa:
1.
Pembiayaan
pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
2.
Biaya
investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap.
3.
Biaya
personal sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi biaya pendidikan yang
harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran
secara teratur dan berkelanjutan.
4.
Biaya
operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:
a.
Gaji
pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji.
b.
Bahan
atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c.
Biaya
operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi,
pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak,
asuransi, dan lain sebagainya.
5.
Standar
biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri berdasarkan
usulan BSNP
Sebelum PP tentang standar pembiayaan pendidikan ini
dikeluarkan, telah ada SK Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal
Pendidikan (SPM) yaitu Kepmendiknas No.053/U/2001 yang menyatakan bahwa SPM
bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan
bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah
otonom. Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada PP
No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai
Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk
membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional.
Dalam rangka penyusunan standarisasi nasional
itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.053/U/2001 tanggal 19 April
2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sekaligus
ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah provinsi,
kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah.
Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi
dari kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan
manajemen pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal,
kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan
nonformal seperti pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA,
pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan
kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan
untuk masing-masing SPM.
Karena standar pembiayaan juga mencakup kebutuhan
atas buku teks pelajaran, maka perlu diperhatikan Peraturan Mendiknas No. 11
Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran yaitu Pasal 7: satuan pendidikan
menetapkan masa pakai buku teks pelajaran paling sedikit 5 tahun dan buku teks
pelajaran tidak dipakai lagi oleh satuan pendidikan apabila ada perubahan
standar nasional pendidikan dan buku teks pelajaran dinyatakan tidak layak lagi
oleh Menteri. Pada Pasal 8 ditegaskan bahwa: guru dapat menganjurkan kepada
peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran; anjuran
sebagaimana dimaksud bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan; untuk
memiliki buku teks pelajaran, peserta didik atau orangtua/walinya membelinya di
pasar; untuk membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku
teks pelajaran, satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh)
eksemplar buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas,
untuk dijadikan koleksi perpustakaannya
C.
Tugas
Manajer Keuangan
Dalam pelaksanaannya, manajemen pembiayaan menganut
asas pemisahan tugas antara fungsi Otorisator, Ordonator, dan Bendaharawan.
Otorisator adalah pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang
mengakibatkan penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat
yang berwenang melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala
tindakan yang dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan.
Bendaharawan adalah pejabat yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan,
dan pengeluaran uang serta diwajibkan membuat perhitungan dan
pertanggungjawaban. Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai
Otorisator dan dilimpahi fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran.
Namun, tidak dibenarkan melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan
pengawasan ke dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi
Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi ordonator untuk menguji hak atas
pembayaran. Manajer keuangan pendistribusian benefit berkewajiban untuk
menentukan keuangan pendistribusian benefit, cara mendapatkan dana untuk
infrastruktur pendistribusian benefit serta penggunaan dana tersebut untuk
membiayai kebutuhan sekolah. Tugas manajer keuangan antara lain:
1.
Manajemen
untuk perencanaan perkiraan
2.
Manajemen
memusatkan perhatian pada keputusan investasi dan pembiayaannya
3.
Manajemen
kerjasama dengan pihak lain
4.
Penggunaan
keuangan dan mencari sumber dananya
Seorang manajer keuangan harus mempunyai pikiran
yang kreatif dan dinamis. Hal ini penting karena pengelolaan yang dilakukan
oleh seorang manajer keuangan berhubungan dengan masalah keuangan yang sangat
penting dalam penyelenggaraan kegiatan sekolah. Adapun yang harus dimiliki oleh
seorang manajer keuangan yaitu strategi keuangan. Strategi tersebut antara
lain:
1.
Strategic
Planning. Berpedoman keterkaitan antara tekanan internal dan kebutuhan ekternal
yang datang dari luar. Terkandung unsur analisis kebutuhan, proyeksi,
peramalan, ekonomin dan financial
2.
Strategic
Management. Upaya mengelolah proses perubahan, seperti: perencanaan, strategis,
struktur organisasi, kontrol, strategis dan kebutuhan primer.
3.
Strategic
Thinking. Sebagai kerangka dasar untuk merumuskan tujuan dan hasil secara
berkesinambungan
D.
Proses
Pengelolaan pembiayaan di Madrasah
Komponen keuangan Madrasah merupakan komponen
produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama
komponenkomponen lain. Dengan kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan
Madrasah memerlukan biaya. Dalam tataran pengelolaan Vincen P Costa (2000 :
175) memperlihatkan cara mengatur lalu lintas uang yang diterima dan
dibelanjakan mulai dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan sampai dengan penyampaian umpan balik. Kegiatan perencanaan
menentukan untuk apa, dimana, kapan dan beberapa lama akan dilaksanakan, dan
bagaimana cara melaksanakannya. Kegiatan pengorganisasian menentukan bagaimana
aturan dan tata kerjanya. Kegiatan pelaksanaan menentukan siapa yang terlibat,
apa yang dikerjakan, dan masing-masing bertanggung jawab dalam hal apa.
Kegiatan pengawasan dan pemeriksaan mengatur kriterianya, bagaimana cara
melakukannya, dan akan dilakukan oleh siapa. Kegiatan umpan balik merumuskan
kesimpulan dan saran-saran untuk kesinambungan terselenggarakannya Manajemen
Operasional Madrasah.
Muchdarsyah Sinungan menekankan pada penyusunan
rencana (planning) di dalam setiap penggunaan anggaran. Langkah pertama dalam
penentuan rencana pengeluaran keuangan adalah menganalisa berbagai aspek yang
berhubungan erat dengan pola perencanaan anggaran, yang didasarkan pertimbangan
kondisi keuangan, line of business, keadaan para nasabah/konsumen, organisasi
pengelola, dan skill para pejabat pengelola. Proses pengelolaan keuangan di
Madrasah meliputi:
1. Perencanaan
anggaran
2. Strategi mencari
sumber dana sekolah
3. Penggunaan keuangan
sekolah
4. Pengawasan dan
evaluasi anggaran
5. Pertanggungjawaban
Menurut
Lipham (1985), ada empat fase penyusunan anggaran antara lain:
1. Merencanakan
anggaran
2. Mempersiapkan
anggaran
3. Mengelola
pelaksanaan anggaran
4. Menilai pelaksanaan
anggaran
Anggaran
mempunyai fungsi:
1. Sebagai alat
penaksir
2. Sebagai alat
otorisasi
3. Sebagai alat
efisiensi
Pemasukan dan pengeluaran keuangan sekolah diatur
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Ada beberapa
hal yang berhubungan dengan penyusunan RAPBS, antara lain:
1. Penerimaan
2. Penggunaan
3. Pertanggungjawaban
BAB III
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Kerang Kecamatan Sukosari Kabupaten Bondowoso serta penelitian terhadap
sekolah-sekolah lainnya, penulis menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan
dengan pengelolaan manajemen keuangan sekolah di tingkat MI atau sederajat.
A.
Sumber-Sumber
Pembiayaan Sekolah
1.
Dana
dari Pemerintah
Dana dari pemerintah disediakan melalui
jalur Anggaran Rutin dalam Daftar Iian Penggunaan Anggaran (DIPA) yang
dialokasikan kepada semua sekolah untuk setiap tahun ajaran. Dana ini lazim
disebut dana rutin. Besarnya dana yang dialokasikan di dalam DIPA Berdasarkan
Pengusulan Anggaran Kepusat yang berdasarkan data Jumlah Guru Serta Fasilitas
yang di Miliki. Mata anggaran dan besarnya dana untuk masing-masing jenis
pengeluaran sudah ditentukan Pemerintah di dalam DIPA. Pengeluaran dan
pertanggung jawaban atas pemanfaatan dana rutin (DIPA) harus benar-benar sesuai
dengan mata anggara tersebut. Selain DIPA, pemerintah sekarang juga memberikan
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana ini diberikan secara berkala yang
digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional sekolah yang Besarnya di
Sesuaikan dari Jumlah Siswa Kelas I sampai Kelas VI.
2.
Dana
dari Orang Tua Siswa
Pendanaan
dari masyarakat ini dikenal dengan istilah iuran Komite. Besarnya sumbangan
dana yang harus dibayar oleh orang tua siswa ditentukan oleh rapat Komite sekolah.
Pada umumnya dana Komite terdiri atas :
a.
Dana
tetap bulan sebagai uang kontribusi yang harus dibayar oleh orang tua setiap
bulan selama anaknya menjadi siswa di sekolah
b.
Dana
incidental yang dibebankan kepada siswa baru yang biasanya hanya satu kali selama
tiga tahun menjadi siswa (pembayarannya dapat diangsur).
Dana
sukarela yang biasanya ditawarkan kepada orang tua siswa tertentu yang dermawan
dan bersedia memberikan sumbangannya secara sukarela tanpa suatu ikatan apapun
3. Dana dari Masyarakat
Dana
ini biasanya merupakan sumbangan sukarela yang tidak mengikat dari
anggota-anggota masyarakat Madrasah yang menaruh perhatian terhadap kegiatan
pendidikan di suatu Madrasah. Sumbangan sukarela yang diberikan tersebut
merupakan wujud dari kepeduliannya karena merasa terpanggil untuk turut
membantu kemajuan pendidikan. Dana ini ada yang diterima dari perorangan, dari
suatu organisasi, dari yayasan ataupun dari badan usaha baik milik pemerintah
maupun milik swasta.
4. Dana dari Alumni
Bantuan
dari para Alumni untuk membantu peningkatan mutu Madrasah tidak selalu dalam
bentuk uang (misalnya buku-buku, alat dan perlengkapan belajar). Namun dana
yang dihimpun oleh sekolah dari para alumni merupakan sumbangan sukarela yang
tidak mengikat dari mereka yang merasa terpanggil untuk turut mendukung
kelancaran kegiatan-kegiatan demi kemajuan dan pengembangan Madrasahh. Dana ini
ada yang diterima langsung dari alumni, tetapi ada juga yang dihimpun melalui
acara reuni atau lustrum sekolah.
5. Dana dari Peserta Kegiatan
Dana
ini dipungut dari siswa sendiri atau anggota masyarakat yang menikmati
pelayanan kegiatan pendidikan tambahan atau ekstrakurikuler, seperti pelatihan
komputer, kursus bahasa Inggris atau keterampilan lainnya.
6. Dana dari Kegaitan Wirausaha Sekolah
Ada
beberapa sekolah yang mengadakan kegiatan usaha untuk mendapatkan dana. Dana
ini merupakan kumpulan hasil berbagai kegiatan wirausaha Madrasah yang
pengelolaannya dapat dilakukan oleh staf Madrasah atau para siswa misalnya
koperasi, kantin madrasah, bazaar tahunan, wartel, usaha fotokopi, dan
lain-lain.
B.
Penyusunan
RAPBM
Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah
(RAPBM) harus berdasrkan pada rencana pengembangan sekolah dan merupakan bagian
dari rencana operasional tahunan. RAPBM meliputi penganggaran untuk kegiatan
pengajaran, materi kelas, pengembangan profesi guru, renovasi bangunan sekolah,
pemeliharaan, buku, meja dan kursi. Penyusunan RAPBM tersebut harus melibatkan
kepala Madrasah, guru, komite Madrasahh, staf TU dan komunitas Madrasah. RAPBM
perlu disusun pada setiap tahun ajaran Madrasah dengan memastikan bahwa alokasi
anggaran bisa memenuhi kebutuhan Madrasah secara optimal. Prinsip Penyusunan
RAPBM, antara lain:
1.
RAPBM
harus benar-benar difokuskan pada peningkatan pembelajaran murid secara jujur,
bertanggung jawab, dan transparan.
2.
RAPBM
harus ditulis dalam bahasa yang sederhana dan jelas, dan dipajang di tempat
terbuka di Madrasah.
3.
Dalam
menyusun RAPBM, Madrasah sebaiknya secara saksama memprioritaskan pembelanjaan
dana sejalan dengan rencana pengembangan Madrasah.
4.
Proses
Penyusunan RAPBM meliputi:
5.
Menggunakan
tujuan jangka menengah dan tujuan jangka pendek yang ditetapkan dalam rencana
pengembangan Madrasah.
6.
Menghimpun,
merangkum, dan mengelompokkan isu-isu dan masalah utama ke dalam berbagai
bidang yang luas cakupannya.
7.
Menyelesaikan
analisis kebutuhan.
8.
Memprioritaskan
kebutuhan
9.
Mengonsultasikan
rencana aksi yang ditunjukkan/dipaparkan dalam rencana pengembangan Madrasah
10.
Mengidentifikasi
dan memperhitungkan seluruh sumber pemasukan.
11.
Menggambarkan
rincian (waktu, biaya, orang yang bertanggung jawab, pelaporan, dsb.)
12.
Mengawasi
serta memantau kegiatan dari tahap perencanaan menuju tahap penerapan hingga
evaluasi.
C. Pengelolaan Pembiayaan Madrasah yang Efektif
Pengelolaan akan dianggap efektif apabila merujuk
pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Madrasah (RAPBM) untuk satu tahun
pelajaran, para kepala sekolah bersama semua pemegang peran di Madrasah pada
umumnya menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
a.
Merancang
suatu program Madrasahh yang ideal untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada
tahun pelajaran yang bersangkutan.
b.
Melakukan
inventarisasi semua kegiatan dan menghitung perkiraan kebutuhan dana penunjang.
c.
Melakukan
peninjauan ulang atas program awal berdasarkan kemungkinan tersedianya dana
pendukung yang dapat dihimpun.
d.
Menetapkan
prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun pelajaran yang
bersangkutan.
e.
Melakukan
perhitungan rinci pemanfaatan dana yang tersedia untuk masing-masing kegiatan
(Depdiknas, 2000 : 178 – 179)
f.
Menuangkan
perhitungan-perhitungan rinci tersebut ke dalam suatu format yang telah
disepakati untuk digunakan oleh setiap sekolah.
g.
Pengesahan
dokumen RAPBM oleh instansi yang berwenang Dengan tersedianya dokumen tertulis
mengenai RAPB tersebut Kepala Madrasah dapat mengkomunikasikannya secara
terbuka kepada semua pihak yang memerlukan.
Sumber dana yang tersedia di dalam RAPBM di manfaatkan
untuk membiayai berbagai kegiatan manajemen operasional Madrasah pada tahun pelajaran yang
bersangkutan. Pada umumnya pengeluaran dana yang dihimpun oleh sekolah mencakup
5 kategori pembiayaan sebagai berikut :
a. Pemeliharaan,
rehabilitasi dan pengadaan sarana/prasarana pendidikan.
b. Peningkatan
kegiatan dan proses belajar mengajar.
c. Peningkatan
kegiatan pembinaan kesehatan.
d. Dukungan biaya
kegiatan Madrasah dan peningkatan personil
e. Kegiatan rumah
tangga Madrasah
Dana yang tersedia di dalam RAPBM dapat sekaligus
mencakup kegiatan untuk pengembangan Madrasah. Namun demikian dana untuk
keperluan pengembangan Madrasah dapat disediakan secara khusus, sebagai
tambahan dari RAPBM yang telah disusun. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah diprogramkan Madrasah dalam satu tahun pelajaran, diperlukan
tersedianya sejumlah dana tertentu pula. Berapa besarnya dana yang diperlukan
oleh Madrasah agar tujuan itu dapat dicapai telah dihitung secara cermat oleh
setiap Madrasah melalui penyusunan RAPBM. Apabila jumlah dana yang diperlukan
pada satu tahun pelajaran dibagi dengan jumlah semua siswa kelas I sampai
dengan kelas VI di sekolah itu, maka akan ditemukan Satuan Harga Per Siswa
(SHPS). Jumlah dana yang diperlukan oleh setiap sekolah sangat beragam. Jumlah
siswa pada setiap Madrasah pun berbeda-beda. Oleh karena itu SHPS pada
masing-masing Madrasah dengan sendirinya akan berbeda pula. Meskipun demikian
sebenarnya harus ada suatu patokan SHPS minimal agar suatu mutu pendidikan
tertentu dapat dicapai secara nasional.
D. Pengelolaan
Anggaran Madrasah
Pengelola anggaran Madrasah biasanya adalah kepala
dan Bendahara Madrasah tetapi bisa juga
guru berpengalaman (senior) atau anggota komite Madrasah. Di Madrasah yang lebih besar, mungkin ada pihak
lain yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sebagian anggaran. Secara khusus,
pengendalian anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan pemeriksaan dan
persetujuan untuk memastikan bahwa:
•
Dana dibelanjakan sesuai rencana
•
Ada kelonggaran dalam penganggaran untuk pembayaran pajak,
•
Pembelanjaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, dan
•
Dana tidak dihabiskan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak disetujui atau
diberikan kepada pihak penerima tanpa persetujuan.
Hasil analisis kebutuhan secara logis
diklasifikasikan ke dalam kelompok staf, materi kurikulum, barang, jasa,
pemeliharaan bangunan, dsb. Pengelola anggaran Madrasah diharapkan
membelanjakan uang sesuai alokasi dana yang direncanakan. Setiap perubahan
anggaran harus disetujui oleh komite Madrasah bila memang harus ada perubahan
dalam tahun berjalan.
E. Pertanggungjawaban
Pembiayaan Madrasah
Kepala Madrasah wajib menyampaikan laporan di bidang
keuangan terutama mengenai penerimaan dan pengeluaran keuangan Madrasah.
Pengevaluasian dilakukan setiap triwulan atau per semester. Dana yang digunakan
akan dipertanggungjawabkan kepada sumber dana. Jika dana tersebut diperoleh
dari orang tua siswa, maka dana tersebut akan dipertanggung jawabkan oleh
kepala Madrasah kepada orang tua siswa. Begitu pula jika dana tersebut
bersumber dari pemerintah maka akan dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya setiap Madrasah sudah menyelenggarakan
system pengelolaan yang baik, tetapi sistem yang efektif kurang dilaksanakan.
Ketidak disiplinan dalam penggunaan anggaran, serta pemimpin yang boros selalu
menjadi fenomena tersendiri. Untuk itu diperlukan kepemimpinan dan manajemen
pengelolaan yang efektif menuju keseimbangan antara system yang ada dalam
mendistribusikan sumber-sumber dana pendidikan di Indonesia.
Masalah keuangan harus dipecahkan secara bersama
jika kita ingin mendapatkan peluang yang maksimal bagi semua Madrasah agar
dapat berkembang. Usaha dan pendanaan mandiri merupakan cara pemecahan yang
sangat hakiki bagi Madrasah yang benar-benar ingin berkembang. Jika berkaitan
dengan masalah keuangan, maka sebaiknya digunakan system manajemen terbuka.
Dengan manajemen terbuka, maka semua keadaan Madrasah baik atau buruk bisa
diketahui oleh siapa saja.
Dalam penyusunan rencana anggaran pendapatan dan
belanja Madrasah (RAPBM) sebaiknya diberikan penekanan kepada Madrasah untuk
bisa membayar keuangan Madrasah tepat pada waktunya agar memudahkan penyesuaian
antara pemasukan dan pengeluaran, sehingga apa yang sudah direncanakan dapat
dilaksanakan tepat pada waktunya.
B. Saran
Sebagai
pihak-pihak yang peduli pada kemajuan pendidikan, maka usaha-usaha untuk melancarkan jalanya proses pendidikan seperti
pembiayaan harus kita perhatikan, baik itu sumber maupun pengelolaannya, agar
kegiatan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhtar. 2009. Orientasi Baru Supervisi
Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada
Press
Mulyono. 2010. Konsep Pembiayaan Pendidikan.Jogjakarta:
Ar Ruzz Media Grup
Departemen
Pendidikan Nasional RI. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Bantuan Operasional Sekolah. Jakarta
___________.
2008. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Pendanaan Pendidikan.
Jakarta
Departemen
Agama RI. 2006. Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. Jakarta: Dirjen Pendidikan
Islam
____________.
2009. Monitoring dan Evaluasi Bantuan Operasional Sekolah. Jakarta:
Dirjen Pendidikan Islam
____________.
2007. Buku Panduan Bantuan Operasional Sekolah dalam rangka Wajib Belajar 9
tahun. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam
PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PADA MI/SD
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Biaya Pendidikan
Yang dibina oleh:
Prof. Dr. H. Moh Khusnurridho, M.Pd

Oleh :
MOHAMAD AL MUDINI
NIM : 0849110017
KHOLIFAH NURISA ARIYANTO
NIM : 084911029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER
MEI, 2011
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang…………………………………………………….
B.
Perumusan
Masalah..………….…………………………………..
C.
Tujuan
Penulisan………………………………………………….
BAB
II PEMBIAYAAN PENDIDIKAN PADA MI/SD
A.
Pengertian
Manajemen Pembiayaan………………………………
B.
Landasan
Hukum………………………………………………….
C.
Tugas
Manajer Keuangan…………………………………………
D.
Proses
Pengelolaan pembiayaan di Madrasah…………………….
BAB
III TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.
Sumber-Sumber
Pembiayaan Sekolah……………………………
B.
Penyusunan
RAPBM……………………………………………..
C.
Pengelolaan
Pembiayaan Madrasah yang Efektif………………...
D.
Pengelolaan
Anggaran Madrasah…………………………………
E.
Pertanggungjawaban
Pembiayaan Madrasah……………………..
BAB
IV PENUTUP
A.
Kesimpulan…………………………………………………………
B.
Saran………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….
|
1
2
3
3
4
5
8
9
11
12
13
14
15
16
16
17
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar