BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filsafat Pendidikan Islam memiliki pengertian yang
mengkhususkan kajian pemikiran-pemikiran yang menyeluruh dan mendasar tentang
pendidikan berdasar tuntutan ajaran Islam (Ramayulis & Nizar, 2010:4). Filsafat
Pendidikan Islam berupaya menyusun seperangkat nilai sebagai dasar berpijak dan
tujuan yang akan dicapai secara jelas (Jalaludin & Said, 1999: 19). Dasar
dan tujuan Filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan
tujuan ajaran Islam, atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Keduanya berdasar
dari sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Adapun sumber-sumber lain
terdiri atas Qiyas Syar’I dan Ijma’ Ulama’.
Ajaran yang termuat dalam wahyu merupakan dasar dari
pemikiran filsafat Pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan falsafat pendidikan
Islam yang berisi teori umum mengenai pendidikan Islam, dibina atas dasar knsep
ajaran Islam yang termuat dalam Al Qur’an dan Hadits. Secara garis besarnya,
yang menjadi dasar kajian filsafat falsafat pendidikan Islam seperti yang
termuat dalam kandungan wahyu, adalah mengenai Pencipta (Allah) ciptaan Nya
(makhluk), hubungan antara ciptaan dengan pencipta, serta hubungan atara sesame
ciptaan-Nya, dan utuan yang menyampaikan risalah-Nya (Rasul).
Pentingnya kajian filsafat ini perlu ditelaah lebih
mendalam lagi dengan mempelajari beberapa aliran didalam filsafat pendidikan
yaittu realisme, naturalisme dan pragmatisme.
B.
Topik Pembahasan
Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apakah
aliran filsafat naturalisme dan kontribusinya dalam pendidikan Islam?
2.
Apakah
aliran filsafat idealisme dan kontribusinya dalam pendidikan Islam?
3.
Apakah
aliran filsafat pragmatisme dan kontribusinya dalam pendidikan Islam?
BAB II
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.
Naturalisme
Naturalisme merupakan aliran tertua. Aliran ini
berpandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta fisik ini. Hal
ini berarti yang dimaksud adalah bukan kenyataan spiritual atau supernatural.
Menurut naturalisme, jiwa dapat menurun hakikatnya menjadi dan mempunyai
hakikat sebagai unsure-unsur materi, maka naturalisme dapat menjadi
materialisme. Filsafat naturalisme memandang segala sesuatu berasal dari alam,
dan tiada sesuatupun yang ada di baliknya. Atas dasar ini filsafat naturalisme
modern cenderung menjadi pluralisme, yaitu suatu paham yang berpendirian bahwa
kenyataan dapat terdiri dari banyak tipe benda-benda alamiah (Barnadip,
1997:23)
B.
Idealisme
Hakikat idealisme
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu
terjadi dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan (ide-ide)
atau spirit. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan yang
berarti bahwa alam merupakan ekspresi dari jiwa tersebut. Jiwa mempunyai tempat
utama dalam susunan alam semesta ini dan karenanya dunia yang sebenarnya adalah
berbeda dengan apa yang nampak oleh indera di hadapan manusia. Selain itu,
dunia beserta bagian-bagiannya harus dipandang sebagai mempunya hubungan satu
sama lain, sehingga keseluruhannya merupakan suatu system. Dunia adalah suatu
totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual (Barnadip,
1997:23).
Tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM) yang
dipandang sebagai Bapak idealisme Barat. Idealisme menurut Poedjawijatna
sebagaimana disebutkan Ramayulis dan
Nizar memandang bahwa yang nyata hanya idea. Idea selalu tetap dan tidak
mengalami perubahan atau pergeseran. Aliran filsafat idealisme menekankan moral
dan realitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam (2010:16)
Prinsip-prinsip
idealisme (Ramayulis & Nizar, 2010:16)
1.
Realitas
tersusun atas substansi sebagai mana gagasan atau ide-ide (spirit). Dunia
adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual
2.
Realitas
atau kenyataan yang tampak di ala mini bukanlah kebenaran yang hakiki,
melainkan hanya gambaran atau ekspresi ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
3.
Idealisme
berpendapat bahwa roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada
materi bagi kehidupan manusia
4.
Idealisme
berorientasi pada ide-ide yang theosentris (berpusat kepada Tuhan), kepada
jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal dan kepada norma-norma yang mengandung
kebenaran mutlak.
Kontribusi Idealisme
dalam Pendidikan Islam
1.
Pendidikan
bukan hanya menumbuhkan atau mengembangkan, tetapi juga harus digerakkan ke
arah tujuan, yaitu terhadap tujuan dimana nilai telah direalisasikan ke dalam
bentuk kekal tak terbatas
2.
Belajar
adalah proses “self development of mind
as spiritual substance” yang menempatkan jiwa bersifat kreatif. Pendidikan
adalah proses melatih daya-daya jiwa seperti pikiran, ingatan, perasaan, baik
untuk memahami realita, nilai-nilai kebenaran maupun sebagai warisan social
3.
Tujuan
pendidikan adalah untuk menjaga keunggulan cultural, social, dan spiritual
4.
Pendidikan
idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai kesempurnaan dirinya
5.
Tujuan
pendidkan idealisme adalah ketetapan mutlak. Oleh karena itu, kurikulum
seyogyanya bersifat tetap. Dalam hal ini, agama, akhlak dan ilmu humaniora
dipandang sebagai core kurikulum
6.
Peranan
pendidik menurut idealisme adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakikat
dan pengetahuan yang tepat.
Pandangan Islam terhadap Idealisme
C.
Pragmatisme
Hakikat Pragmatisme
Aliran Pragmatisme muncul pada abad 20. Pendirinya
adalah Charks E Pierce. Aliran ini memandang realitas sebagai sesuatu yang
secara tetap mengalami perubahan atau terus menerus berubah. Untuk itu,
realitas hanya dapat dikenal melalui pengalaman . Tidak ada pengetahuan yang
absolut. Realitas hanyalah sesuatu yang dapat diamati dan dirasakan.
Pengetahuan dan nilai-nilai bersifat sementara. Bagi pragmatisme semua yang
mengalami perubahan tidak ada yang kekal. Yang kekal adalah perubahan itu
sendiri (Ramayulis & Nizar, 2010:33). Pragmatisme memandang realita sebagai
suatu proses dalam waktu, yang berarti orang yang mengetahui memunyai peranan
untuk menciptakan atau mengembangkan hal-hal yang diketahui. Ini berarti bahwa
tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat
menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula (Barnadip,
1997:23).
Pragmatisme meletakkan pemakaian mengenai sesuatu di
atas pengetahuan itu sendiri. Maka dari itu, utilitas beserta kemampuan
perwujudan nyata adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar
pengetahuan mengenai sesuatu itu (Barnadip, 1997:23). Secara sederhana,
pemikiran filsafat pragmatisme dapat dikatakan sebagai memalingkan pandangan
jauh-jauh dari sesuatu hal yang bersifat awal, prinsip-prinsip, undang-undang,
dan keharusan-keharusan yang diterima, dan mengarahkan pandangan ke arah
sesuatu atau hal akhir, yakni hasil atau buah, pengaruh dari sesuatu itu.
Aliran ini memandang nilai suatu prinsip atau keyakinan filsafat, didasarkan
atas pengaruh nyatanya. Atas dasar ini kaum pragmatis menjadikan kegiatan
praktis pada tingkatan pertama dan kegiatan piker pada tingkatan kedua
(Ramayulis & Nizar, 2010:33).
Sedangkan Home dalam Ramayulis & Nizar (2010:33)
menambahkan bahwa pragmatisme merupakan suatu aliran yang lebih mementingkan
orientasinya kepada pandangan antrhoposentris
(berpusat kepada manusia), kemampuan kreatifitas dan pertumbuhan manusia kea
rah hal-hal yang bersifat praktis, kemampuan kecerdasan dan individualis serta
perbuatan dalam masyarakat, aliran inidinisbahkan ke Amerika Serikat. Aliran
ini membawa nama Amerika Serikat menjadi dan menggambarkan jiwa orang-orang
Amerika dengan sejelas-jelasnya.
Prinsip-prinsip
pragmatisme
1.
Pragmatisme
mengakui bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan mralitas dan spiritualitas
2.
Manusia
ideal adalah manusia yang mampu merealisasikan utilitas dirinya dan masyarakat
melalui ilmu yang dimiliki. Ukuran baik buruk, benar salah, didasarkan
kemanfaatan tingkah laku manuia dalam masyarakat
3.
Ukuran
moral bersifat tidak permanent
4.
Ukuran
kebenaran adalah pengalaman yang berguna bagi manusia
5.
Menggunakan
pengalaman sebagai upaya mencapai kebenaran yang hakiki
6.
Menggunakan
metode ilmiah
7.
Pertumbuhan
pengetahuan diperoleh melalui jalan keahlian
(Ramayulis & Nizar, 2010:35)
Kontribusi
Pragmatisme dalam Pendidikan Islam
Beberapa hal dibawah menyebutkan beberapa pemikiran
aliran pragmatisme yang bermanfaat dalam Pendidikan Islam walaupun pada
dasarnya dalam ajaran Islam telah ditemui beberapa prinsip-prinsip dasar dari
pemikiran-pemikiran dimaksud. Beberapa pemikiran pragmatisme yang dinilai
memiliki kontribusi dalam Pendidikan Islam diantaranya:
1.
Pragmatisme
tidak memisahkan antara materi dengan metode pengajaran. Guru tidak boleh menghambat
atau membatasi keaktifan dan kreatifitas anak didik.
2.
Aliran ini
mempercayai adanya perbedaan dalam kecerdasan individual. Jika menemui masalah,
guru berusaha memecahkannya bersama.
3.
Kurikulum
pengajaran merupakan kesatuan dinamis yang mempunyai tujuan
4.
Pendidikan
merupakan proses yang terus berlanjut tanpa ada akhirnya, dan proses tersebut
berlangsung dengan berbagai tujuan, yaitu proses transmisi dan transformasi
cultural dari generasi ke generasi; proses komunikasi; proses direksi; proses
konservasi dan progresif; proses rekapitulasi dan rekonstruksi.
Pandangan
Filsafat Pendidikan Islam terhadap Pragmatisme
1.
Pragmatisme
terpusat pada masa kekinian, sementara itu filsafat pendidikan Islam terpusat
pada manusia dalam keberadaannya dan dalam semua masanya.
2.
Filsafat
pragmatisme mempropagandakan demokrasi dan menanamkan melalui pengajaran dan
pengalaman, namun pendekatan ini tidak cukup untuk membentuk dan menumbuhkan
manusia yang baik dalam kehidupan. Dalam filsafat pendidikan Islam, manusia
harus memiliki landasan akhlaq dan iman yang kokoh dengan iman kepada Allah
3.
Pragmatisme
mengangga baik dan benar segala cara yang mengantarkan pada kemanfaatan.
Sementara menurut Islam, tidak semua yang bermanfaat itu baik, segala sesuatu
haruslah sesuai dengan syariat Islam
4.
Nilai-nilai
dalam pragmatisme bersifat relative, sedangkan dalam Islam mutlak mengikuti
nilai kewahyuan (Al Qur’an dan Hadits)
(Ramayulis & Nizar, 2010:37)