Selasa, 02 Juli 2013

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Filsafat Pendidikan Islam memiliki pengertian yang mengkhususkan kajian pemikiran-pemikiran yang menyeluruh dan mendasar tentang pendidikan berdasar tuntutan ajaran Islam (Ramayulis & Nizar, 2010:4). Filsafat Pendidikan Islam berupaya menyusun seperangkat nilai sebagai dasar berpijak dan tujuan yang akan dicapai secara jelas (Jalaludin & Said, 1999: 19). Dasar dan tujuan Filsafat Pendidikan Islam pada hakikatnya identik dengan dasar dan tujuan ajaran Islam, atau tepatnya tujuan Islam itu sendiri. Keduanya berdasar dari sumber yang sama, yaitu Al Qur’an dan Hadits. Adapun sumber-sumber lain terdiri atas Qiyas Syar’I dan Ijma’ Ulama’.
Ajaran yang termuat dalam wahyu merupakan dasar dari pemikiran filsafat Pendidikan Islam. Hal ini menunjukkan falsafat pendidikan Islam yang berisi teori umum mengenai pendidikan Islam, dibina atas dasar knsep ajaran Islam yang termuat dalam Al Qur’an dan Hadits. Secara garis besarnya, yang menjadi dasar kajian filsafat falsafat pendidikan Islam seperti yang termuat dalam kandungan wahyu, adalah mengenai Pencipta (Allah) ciptaan Nya (makhluk), hubungan antara ciptaan dengan pencipta, serta hubungan atara sesame ciptaan-Nya, dan utuan yang menyampaikan risalah-Nya (Rasul).
Pentingnya kajian filsafat ini perlu ditelaah lebih mendalam lagi dengan mempelajari beberapa aliran didalam filsafat pendidikan yaittu realisme, naturalisme dan pragmatisme.

B.           Topik Pembahasan
Adapun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.      Apakah aliran filsafat naturalisme dan kontribusinya dalam pendidikan Islam?
2.      Apakah aliran filsafat idealisme dan kontribusinya dalam pendidikan Islam?
3.      Apakah aliran filsafat pragmatisme dan kontribusinya dalam pendidikan Islam?


BAB II
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN DAN KONTRIBUSINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A.          Naturalisme
Naturalisme merupakan aliran tertua. Aliran ini berpandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta fisik ini. Hal ini berarti yang dimaksud adalah bukan kenyataan spiritual atau supernatural. Menurut naturalisme, jiwa dapat menurun hakikatnya menjadi dan mempunyai hakikat sebagai unsure-unsur materi, maka naturalisme dapat menjadi materialisme. Filsafat naturalisme memandang segala sesuatu berasal dari alam, dan tiada sesuatupun yang ada di baliknya. Atas dasar ini filsafat naturalisme modern cenderung menjadi pluralisme, yaitu suatu paham yang berpendirian bahwa kenyataan dapat terdiri dari banyak tipe benda-benda alamiah (Barnadip, 1997:23)

B.           Idealisme
Hakikat idealisme
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terjadi dari atau tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan (ide-ide) atau spirit. Alam fisik ini tergantung dari jiwa universal atau Tuhan yang berarti bahwa alam merupakan ekspresi dari jiwa tersebut. Jiwa mempunyai tempat utama dalam susunan alam semesta ini dan karenanya dunia yang sebenarnya adalah berbeda dengan apa yang nampak oleh indera di hadapan manusia. Selain itu, dunia beserta bagian-bagiannya harus dipandang sebagai mempunya hubungan satu sama lain, sehingga keseluruhannya merupakan suatu system. Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual (Barnadip, 1997:23).
Tokoh aliran ini adalah Plato (427-347 SM) yang dipandang sebagai Bapak idealisme Barat. Idealisme menurut Poedjawijatna sebagaimana disebutkan Ramayulis dan  Nizar memandang bahwa yang nyata hanya idea. Idea selalu tetap dan tidak mengalami perubahan atau pergeseran. Aliran filsafat idealisme menekankan moral dan realitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam (2010:16)

Prinsip-prinsip idealisme (Ramayulis & Nizar, 2010:16)
1.      Realitas tersusun atas substansi sebagai mana gagasan atau ide-ide (spirit). Dunia adalah suatu totalitas, suatu kesatuan yang logis dan bersifat spiritual
2.      Realitas atau kenyataan yang tampak di ala mini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran atau ekspresi ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
3.      Idealisme berpendapat bahwa roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dari pada materi  bagi kehidupan manusia
4.      Idealisme berorientasi pada ide-ide yang theosentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak.

Kontribusi Idealisme dalam Pendidikan Islam
1.      Pendidikan bukan hanya menumbuhkan atau mengembangkan, tetapi juga harus digerakkan ke arah tujuan, yaitu terhadap tujuan dimana nilai telah direalisasikan ke dalam bentuk kekal tak terbatas
2.      Belajar adalah proses “self development of mind as spiritual substance” yang menempatkan jiwa bersifat kreatif. Pendidikan adalah proses melatih daya-daya jiwa seperti pikiran, ingatan, perasaan, baik untuk memahami realita, nilai-nilai kebenaran maupun sebagai warisan social
3.      Tujuan pendidikan adalah untuk menjaga keunggulan cultural, social, dan spiritual
4.      Pendidikan idealisme berusaha agar seseorang dapat mencapai kesempurnaan dirinya
5.      Tujuan pendidkan idealisme adalah ketetapan mutlak. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya bersifat tetap. Dalam hal ini, agama, akhlak dan ilmu humaniora dipandang sebagai core kurikulum
6.      Peranan pendidik menurut idealisme adalah memenuhi akal peserta didik dengan hakikat dan pengetahuan yang tepat.

   Pandangan Islam terhadap Idealisme


C.          Pragmatisme
Hakikat Pragmatisme
Aliran Pragmatisme muncul pada abad 20. Pendirinya adalah Charks E Pierce. Aliran ini memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetap mengalami perubahan atau terus menerus berubah. Untuk itu, realitas hanya dapat dikenal melalui pengalaman . Tidak ada pengetahuan yang absolut. Realitas hanyalah sesuatu yang dapat diamati dan dirasakan. Pengetahuan dan nilai-nilai bersifat sementara. Bagi pragmatisme semua yang mengalami perubahan tidak ada yang kekal. Yang kekal adalah perubahan itu sendiri (Ramayulis & Nizar, 2010:33). Pragmatisme memandang realita sebagai suatu proses dalam waktu, yang berarti orang yang mengetahui memunyai peranan untuk menciptakan atau mengembangkan hal-hal yang diketahui. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan oleh orang yang memiliki pengetahuan tersebut dapat menjadi unsur penentu untuk mengembangkan pengetahuan itu pula (Barnadip, 1997:23).
Pragmatisme meletakkan pemakaian mengenai sesuatu di atas pengetahuan itu sendiri. Maka dari itu, utilitas beserta kemampuan perwujudan nyata adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar pengetahuan mengenai sesuatu itu (Barnadip, 1997:23). Secara sederhana, pemikiran filsafat pragmatisme dapat dikatakan sebagai memalingkan pandangan jauh-jauh dari sesuatu hal yang bersifat awal, prinsip-prinsip, undang-undang, dan keharusan-keharusan yang diterima, dan mengarahkan pandangan ke arah sesuatu atau hal akhir, yakni hasil atau buah, pengaruh dari sesuatu itu. Aliran ini memandang nilai suatu prinsip atau keyakinan filsafat, didasarkan atas pengaruh nyatanya. Atas dasar ini kaum pragmatis menjadikan kegiatan praktis pada tingkatan pertama dan kegiatan piker pada tingkatan kedua (Ramayulis & Nizar, 2010:33).
Sedangkan Home dalam Ramayulis & Nizar (2010:33) menambahkan bahwa pragmatisme merupakan suatu aliran yang lebih mementingkan orientasinya kepada pandangan antrhoposentris (berpusat kepada manusia), kemampuan kreatifitas dan pertumbuhan manusia kea rah hal-hal yang bersifat praktis, kemampuan kecerdasan dan individualis serta perbuatan dalam masyarakat, aliran inidinisbahkan ke Amerika Serikat. Aliran ini membawa nama Amerika Serikat menjadi dan menggambarkan jiwa orang-orang Amerika dengan sejelas-jelasnya.
           
Prinsip-prinsip pragmatisme
1.      Pragmatisme mengakui bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan mralitas dan spiritualitas
2.      Manusia ideal adalah manusia yang mampu merealisasikan utilitas dirinya dan masyarakat melalui ilmu yang dimiliki. Ukuran baik buruk, benar salah, didasarkan kemanfaatan tingkah laku manuia dalam masyarakat
3.      Ukuran moral bersifat tidak permanent
4.      Ukuran kebenaran adalah pengalaman yang berguna bagi manusia
5.      Menggunakan pengalaman sebagai upaya mencapai kebenaran yang hakiki
6.      Menggunakan metode ilmiah
7.      Pertumbuhan pengetahuan diperoleh melalui jalan keahlian
(Ramayulis & Nizar, 2010:35)

Kontribusi Pragmatisme dalam Pendidikan Islam
Beberapa hal dibawah menyebutkan beberapa pemikiran aliran pragmatisme yang bermanfaat dalam Pendidikan Islam walaupun pada dasarnya dalam ajaran Islam telah ditemui beberapa prinsip-prinsip dasar dari pemikiran-pemikiran dimaksud. Beberapa pemikiran pragmatisme yang dinilai memiliki kontribusi dalam Pendidikan Islam diantaranya:
1.      Pragmatisme tidak memisahkan antara materi dengan metode pengajaran. Guru tidak boleh menghambat atau membatasi keaktifan dan kreatifitas anak didik.
2.      Aliran ini mempercayai adanya perbedaan dalam kecerdasan individual. Jika menemui masalah, guru berusaha memecahkannya bersama.
3.      Kurikulum pengajaran merupakan kesatuan dinamis yang mempunyai tujuan
4.      Pendidikan merupakan proses yang terus berlanjut tanpa ada akhirnya, dan proses tersebut berlangsung dengan berbagai tujuan, yaitu proses transmisi dan transformasi cultural dari generasi ke generasi; proses komunikasi; proses direksi; proses konservasi dan progresif; proses rekapitulasi dan rekonstruksi.

Pandangan Filsafat Pendidikan Islam terhadap Pragmatisme
1.      Pragmatisme terpusat pada masa kekinian, sementara itu filsafat pendidikan Islam terpusat pada manusia dalam keberadaannya dan dalam semua masanya.
2.      Filsafat pragmatisme mempropagandakan demokrasi dan menanamkan melalui pengajaran dan pengalaman, namun pendekatan ini tidak cukup untuk membentuk dan menumbuhkan manusia yang baik dalam kehidupan. Dalam filsafat pendidikan Islam, manusia harus memiliki landasan akhlaq dan iman yang kokoh dengan iman kepada Allah
3.      Pragmatisme mengangga baik dan benar segala cara yang mengantarkan pada kemanfaatan. Sementara menurut Islam, tidak semua yang bermanfaat itu baik, segala sesuatu haruslah sesuai dengan syariat Islam
4.      Nilai-nilai dalam pragmatisme bersifat relative, sedangkan dalam Islam mutlak mengikuti nilai kewahyuan (Al Qur’an dan Hadits)
(Ramayulis & Nizar, 2010:37)